Selasa, 06 November 2012

Peran Guru dalam Mencerdaskan Bangsa (Sebuah Paradigma Baru)

Peran Guru dalam Mencerdaskan Bangsa (Sebuah Paradigma Baru)


 “Guru adalah penyampai ilmu, penyejuk qolbu”

Menjadi seorang guru, akhir-akhir ini banyak menjadi sorotan di masyarakat. Betapa tidak, sebagian besar guru telah memperoleh “penghargaan” berupa dana sertifikasi yang banyak membuat iri pegawai pemerintah yang lain. Tak mengherankan pula jika profesi guru khususnya di daerah  belakangan ini kembali diminati dan banyak orang tua yang menyarankan anaknya untuk melanjutkan pendidikan di jurusan kependidikan.

Guru memang seperti profesi yang menjanjikan saat ini, tapi dibalik cerahnya profesi ini juga muncul kewajiban dan tanggung jawab yang lebih besar kepada bangsa. Kondisi bangsa kita yang sedang memasuki era globalisasi, dengan banyak permasalahan multi dimensi tentunya membutuhkan modal dan pemecahan terhadap semua permasalahan itu. Korupsi, pertikaian antarwarga juga antarpelajar, kemerosotan moral, kemiskinan, kesenjangan sosial dan pergeseran budaya merupakan contoh dari permasalahan tersebut. Inilah  kewajiban para guru untuk menyiapkan modal untuk kemajuan bangsa dan  membangun kembali sumber daya manusia/generasi penerus yang lebih baik dari kondisi sekarang.

Jika kita renungkan berbagai permasalahan yang dihadapi, bangsa kita tidak hanya  membutuhkan generasi penerus yang pandai atau handal dalam ilmu pengetahuan dan teknologi saja. Lebih utama dan terpenting adalah bangsa membutuhkan generasi penerus yang memiliki karakter baik, salah satunya yaitu karakter yang tidak hanya mengutamakan kepentingan pribadi tetapi mengutamakan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa. Karakter yang baik ini tidak bisa dipisahkan dari yang disebut dengan kebaikan  hati. Mengapa? Karena karakter yang baik akan selalu ada pada setiap manusia yang memiliki kebaikan hati.

Ada salah satu hadist Rosululloh yang intinya bahwa Di dalam tubuh manusia ada segumpal daging, apabila daging itu baik maka baiklah semuanya, tetapi jika buruk maka buruklah semuanya. Dan segumpal daging itu adalah hati. Jadi ketika kita ingin membentuk karakter pastilah tidak lepas dari hati.
Menurut Prof.Dr.H.M. Quraish Shihab: Himpunan pengalaman, pendidikan, dan lain-lain menumbuhkan kemampuan di dalam diri kita, sebagai alat ukir paling dalam hati manusia yang mewujudkan baik pemikiran, sikap, dan perilaku termasuk akhlak mulia dan budi pekerti. Jelas sekali bagi kita bahwa karakter dan kecerdasan hati adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Ketika kita ingin memberikan pendidikan karakter maka harus dengan hati.

Dengan kata lain untuk menyiapkan generasi penerus, peran guru tidak hanya membekali dengan kecerdasan intelektual yang identik dengan kecerdasan otak tetapi juga kecerdasan hati untuk berbuat kebaikan. Nah, menurut penulis inilah yang menjadi paradigma baru dalam perkembangan peran guru untuk mencerdaskan bangsa. Ketika selama ini kata mencerdaskan bangsa lebih dilihat dari makna sempit yaitu sebatas kecerdasan intelektual/kecerdasan otak maka sekarang inilah harus dibukakan pemikiran kita bahwa masih harus ada yang dicerdaskan dari generasi penerus bangsa yaitu kecerdasan hati.  Menurut saya pribadi bisa dikatakan bahwa roh dari pendidikan karakter yang telah dicanangkan adalah bagaimana kita mampu memberikan kecerdasan hati kepada peserta didik.

Selanjutnya, bagaimanakah cara guru mencerdaskan otak dan hati? Sebelum membahas caranya, mungkin kita perlu membuat kesamaan konsep tentang apakah itu kecerdasan otak dan kecerdasan hati

Kecerdasan Otak dan Kecerdasan Hati

Kecerdasan otak  mungkin lebih mudah dipahami jika dihubungkan dengan pikiran manusia. Ilmu pengetahuan, teknologi, sains merupakan ilmu yang dicerna manusia melalui pikiran dan berhubungan dengan kerja otak.

Sedangkan kecerdasan hati berhubungan dengan perasaan, dan karakter seseorang. Bagaimana kemampuan seseorang mengelola perasaannya akan mempengaruhi karakternya. Inilah yang dimaksud dengan kecerdasan hati. Jika seseorang mampu mengelola perasaannya menuju kebaikan artinya ia telah memiliki hati yang cerdas dan mampu membentuk karakter yang baik pula.

Bagaimana Cara Guru dalam Mencerdaskan Otak ?

Peran guru dalam mencerdaskan otak peserta didiknya lebih banyak berhubungan dengan kompetensi profesional dan pedagogik guru. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh seorang guru dalam mencerdaskan peserta didiknya, yaitu baik secara langsung maupun tidak langsung.

Secara langsung artinya cara yang langsung dirasakan oleh peserta didik. Pada era globalisasi sekarang ini pembelajaran tidak lagi terbatas dalam konteks kelas yang sempit. Guru dapat memberikan ilmu melalui fasilitas di internet seperti blog yaitu dengan memposting materi pelajaran yang memperkaya pengetahuan siswa diluar pembelajaran di kelas. Selain itu guru juga dapat memberikan soal ulangan di blog tersebut seperti dicontohkan pada blog omjay www.wijayalabs.com. Dengan mempelajari materi dan soal untuk berlatih apalagi yang menarik tentunya akan membuat otak berpikir. Dan berpikir artinya menggunakan otak kita. Semakin diasah otak dengan berpikir maka akan merangsang otak semakin cerdas

Secara tidak langsung yaitu dengan meningkatkan kompetensi guru sendiri baik. Contohnya dengan peningkatan pengetahuan, penguasaan keilmuannya (materi) dan peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukannya, baik melalui penggunaan media pembelajaran, model pembelajaran bervariasi ataupun penelitian tindakan kelas (PTK). Peningkatan kompetensi guru ini dapat dilakukan dengan banyak mencari informasi dari berbagai sumber baik buku/literatur maupun dari internet seperti dalam blog www.wijayalabs.com . Dalam blog ini banyak dituliskan pengalaman penulis yang sangat menarik sehingga membuat para pembaca (guru) ikut termotivasi dengan tulisan-tulisan tersebut (termasuk saya sendiri). Blog ini juga dapat sebagai barometer perkembangan pendidikan bagi para guru di daerah. Tentunya dengan informasi-informasi yang selalu up to date di blog ini akan memotivasi para guru untuk menambah pengetahuannya. Atas beberapa manfaat tersebut tentunya kita berharap www.wijayalabs.com akan semakin kaya dengan tulisan-tulisan untuk berbagi ilmu dengan para guru.

Bagaimana Cara Guru dalam Mencerdaskan Hati ? 

Ada kata-kata bijak:
We cannot teach what we want, we only teach what we are”
Artinya : kita tidak bisa mengajarkan apa yang kita inginkan, tetapi kita hanya bisa mengajarkan sebagaimana apa adanya diri kita.

Mengajarkan kecerdasan hati sangatlah sulit jika guru itu sendiri juga belum memiliki kecerdasan hati. Sosok guru sejati yang dapat mengajarkan kecerdasan hati adalah seorang guru yang  nasehat, tindakan, perilaku dan sikapnya mencerminkan ketulusan hati, keikhlasan, kesungguhan hati dan kebermanfaatan bagi anak didiknya. Membentuk karakter baik siswa, pada hakekatnya adalah bagaimana seorang guru mampu mengajarkan kecerdasan hati.

Kesungguhan kita dalam menjalankan kewajiban sebagai guru tidak akan lepas dari apa yang ada di dalam hati kita.

Nah, ini sedikit bercerita tentang pengalaman saya pribadi mengapa akhirnya menjadi guru. Dari latar belakang pendidikan sarjana, sebenarnya saya berasal dari ilmu murni (non kependidikan). Selesai kuliah saya mendapatkan pekerjaan menjadi pengajar di salah satu universitas swasta di Jawa Timur. Saya merasa ada yang kurang saat mengajar para mahasiswa tersebut. Ada rasa tidak puas ketika saya hanya menyampaikan materi kuliah tanpa ada pembelajaran lain yang lebih humanis, mengarahkan kepada perkembangan individu. Saya tidak puas ketika para mahasiswa tidak antusias dengan materi yang saya sampaikan. Pada saat itu saya merasa membutuhkan teknik pembelajaran yang menyenangkan bagi meeka. Saya teringat dengan perkataan guru SMA dulu, yang kurang lebih intinya: “Dosen belum tentu bisa menjadi guru”. Dan sejak saat itu ada keinginan dari hati saya untuk bisa menjadi guru yang tidak hanya mengajar, tetapi membimbing, memotivasi siswa agar semangat untuk belajar dan meraih kesuksesan serta memberikan pencerahan untuk meraih impian mereka. Dan ternyata Tuhan akhirnya memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar menjadi “seorang guru”. Kesempatan yang sangat saya syukuri karena Tuhan telah membuat saya bermanfaat bagi anak didik dalam meraih bintang-bintang yang mereka impikan, mendampingi mereka dalam suka duka meraih asa dan kesempatan untuk belajar dari mereka.

Sedikit ngelantur ya ceritanya, tetapi inti cerita tersebut adalah kesungguhan dan ketulusan hati dalam menjalankan kewajiban sebagai guru tentunya akan dapat dirasakan/dilihat oleh peserta didik kita.  Ketulusan dan keikhlasan seorang guru dalam menjalankan tugasnya akan menarik hati peserta didik, akan menggerakkan hati mereka untuk mendengarkan petunjuk, mentaati nasehat dari guru mereka. Karena kecerdasan hati hanya dapt diajarkan melalui hati.

Kunci Utama Keberhasilan Guru dalam Mencerdaskan Bangsa 

Dalam mencerdaskan bangsa (kecerdasan otak dan hati) ada kunci utama sebagai seorang guru yang dirumuskan oleh Bapak Pendidikan kita Ki Hajar Dewantara yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani

Ing ngarso sung tulodo di depan memberi teladan. Guru sebagai teladan sangat dibutuhkan untuk memberi contoh kebiasaan-kebiasaan baik yang akan menbentuk karakter peserta didiknya.

Ing madyo mangun karso, di tengah membangun kreativitas. Seorang guru juga harus kreatif. Pembuatan blog oleh guru contohnya www.wijayalabs.com akan membuat anak didik termotivasi untuk memanfaatkan teknologi untuk hal-hal yang positif, memotivasi mereka untuk meningkatkan pengetahuannya. Penggunaan media pembelajaran yang kreatif oleh guru juga dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.

Terakhir tut wuri handayani, di belakang memberi dukungan. Guru harus mampu memberikan dukungan motivasi ketika di belakang. Seorang guru pada masa ini dituntut mampu menjadi motivator bagi anak didiknya karena tanpa adanya motivasi seringkali para siswa malas bahkan tidak memahami tujuannya ke sekolah (belajar).

Akhirnya dari tulisan ini saya menyimpulkan bahwa dalam mencerdaskan bangsa maka seorang guru harus mampu menjadi penyampai ilmu dan penyejuk qolbu (hati). Artinya seorang guru harus mampu menyampaikan ilmu baik secara langsung (ceramah) atau secara tidak langsung melalui metode pembelajaran tertentu. Dan seorang guru juga harus mampu menjadi sosok pribadi yang menyejukan hati peserta didiknya dan membawa mereka menuju kebaikan hati dan karakter.

Semoga bermanfaat dan silahkan memberi masukan untuk saling berbagi ilmu.

Pembiasaan Pendidikan Karakter Bangsa di Kelas Saya



Pembiasaan Pendidikan Karakter Bangsa di Kelas Saya
http://detroitnumb.blogspot.com/2012/04/pembiasaan-pendidikan-karakter-bangsa.html
Mulai tahun pelajaran baru 2011-2012, dunia pendidikan di Indonesia dikenalkan dengan hal baru dalam ranah-ranah pembelajaran, tidak mengubah kurikulum yang sudah ada, namun disisipi dengan beberapa nilai-nilai luhur, yang diharapkan bisa menjadi pembiasaan bagi anak didik untuk bersikap dan bertindak. Inilah yang disebut dengan Pendidikan Karakter Bangsa. Berdasarkan apa yang pernah saya baca, Pendidikan Karakter Bangsa adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif, kreatif dan inovatif.

Secara terprogram pendidikan karakter bangsa di sekolah merupakan usaha bersama semua guru dan kepala sekolah melalui semua mata pelajaran dan budaya sekolah dalam membina dan mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada peserta didik. Pembinaan dan pengembangan pendidikan karakter bangsa terjadi melalui proses aktif peserta didik di bawah bimbingan guru dalam kegiatan belajar. Jadi di sini, guru dituntut untuk bisa menjadi "sebenarnya" teladan bagi peserta didik

Sedangkan secara teknis pendidikan karakter bangsa diartikan sebagai proses internalisasi serta penghayatan nilai-nilai budaya, karakter bangsa dan nilai-nilai luhur akhlak mulia yang dilakukan oleh peserta didik secara aktif di bawah bimbingan dan contoh perilaku guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah, serta diwujudkan dalam interaksi sosial di lingkungan keluarga dan masyarakat.

Memang, di sini dibutuhkan pembiasaan-pembiasaan yang bisa mengcreated  karakter anak. Pembiasaan-pembiasaan yang terintegrasi dalam pembelajaran, tentu saja berkaitan dengan materi pelajaran dan disertakan dalam pembuatan silabus dan RPP. Adapula pembiasaan-pembiasaan di luar jam pelajaran yang tak ada hubungannya dengan materi pelajaran. Berdasarkan yang saya dapatkan saat dikirim dinas untuk mengikuti Workshop Pengembangan Kurikulum di Batu, Malang awal tahun ajaran baru lalu, ada 18 karakter pendidikan yang dikembangkan, yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung-jawab.

Penerapannya tak terlalu sulit sebenarnya, namun dibutuhkan kontinyuitas/ keistiqomahan dari pendidik (guru) untuk secara sadar melakukan pembenahan, teladan, juga tak bosan-bosan mengingatkan serta memotivasi peserta didik. Kalau yang terintegrasi di kelas, okelah semua guru pasti sudah tahu dan bisa asalkan mau. Namun tentu saja tak cukup dengan materi penjabaran di kelas. Banyak sarana-sarana pembiasaan yang bisa diterapkan di luar kelas. Berikut beberapa hal yang saya lakukan di kelas saya, juga di kelas rekan-rekan saya satu SD, juga yang telah menjadi kesepakatan yaitu:

1.   Pembiasaan dan pemberian tugas piket, saya biasa cerewet ketika saat datang pagi di kelas, ternyata kelas dan halaman masih kotor. Saya tak mau mulai mengajar sebelum petugas piket dan seksi kebersihan tuntas melakukan tugasnya. Eitsss . . . di sini bu gurunya jangan hanya ngomel, but action too. Ikutlah memegang sapu, membereskan ini-itu . . . menjadi teladan karena aksinya, bukan ngomelnya.
2.Pemberian tanggung jawab memegang kas kelas, tentu saja ini diterapkan di kelas tinggi (untuk SD yaitu kelas 4, 5, 6). Memfungsikan bendahara kelas untuk memegang uang kas kelas dan beberapa pembayaran yang jumlah uangnya tak terlalu besar. Seperti di kelas saya tiap hari Senin ada iuran Rp 500,- untuk kas kelas. Mereka mengumpulkan sendiri, menghitung, dan melakukan pencatatan masuk-keluar uang. Di sini guru hanya mengontrol, membenahi, dan memberikan saran.
3.Pemberian tugas bertanggungjawab terhadap barang inventaris kelas, tentunya ada beberapa barang di kelas yang membutuhkan perawatan. Libatkan siswa untuk ikut memilikinya dengan ikut merawatnya. Di kelas saya disediakan galon air minum untuk minum siswa yang dipasang di guci keramik. Para siswa secara bergantian bertanggung-jawab untuk mencuci gelas minum, dicuci di rumah masing-masing untuk dibawa kembali keesokan harinya. Begitu pula dengan taplak meja, serbet, bendera. bergantian sesuai absen.
4.Pembiasaan berdoa bersama, berdoa bersama setelah SKJ juga berdoa di kelas masing-masing.
5.Pembiasaan disiplin masuk kelas, berbaris rapi sebelum masuk kelas. Semakin susah rapi, semakin lama berdiri di depan kelas.
6.Pembiasaan dengan kebersihan diri, yang paling sering saya lakukan adalah memeriksa kuku tangan, bagi yang berkuku panjang stop dulu di luar, sembari menyelesaikan acara memotong kukunya.
7.   Mengucapkan salam saat masuk kelas
8.Sholat Dhuha bersama, juga sholat Dzuhur berjamaah.

Ini hanya sebagian kecil saja, tentunya masing-masing pendidik mempunyai cara sendiri untuk memberikan kebiasaan pada peserta didik. Tergantung kekreatifan guru dan kemauan guru. Jadi 18 karakter bangsa yang ditetapkan janganlah hanya menjadi wacana atau hanya tertulis di RPP-silabus saja, dengan maksud agar Pengawas Sekolah ACC dengan pekerjaan kita. Namun benar-benar dijadikan motivasi lain bagi pendidik untuk menyelamatkan karakter anak bangsa, sembari memberikan sejuta teladan, nasehat, penanaman akhlaq mulia. Bismillah, selamat bekerja!!!

18 Nilai Pendidikan Karakter di Sekolah



18 Nilai Pendidikan Karakter di Sekolah

Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dijabarkan sehingga diperoleh deskripsinya. Deskripsi beguna sebagai batasan atau tolok ukur ketercapaian pelaksanaan nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah. Adapun 18 nilai-nilai pendidikan karakter dideskripsikan adalah sebagai berikut :
Nilai Deskripsi
  1. Religius: Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
  2. Jujur: Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
  3. Toleransi: Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
  4. Disiplin:  Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
  5. Kerja Keras: Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
  6. Kreatif: Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
  7.  Mandiri:  Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
  8. Demokratis:  Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
  9. Rasa Ingin Tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
  10. Semangat Kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
  11. Cinta Tanah Air: Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
  12. Menghargai Prestasi:  Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
  13. Bersahabat/ Komuniktif: Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
  14. Cinta Damai: Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
  15. GemarMembaca: Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
  16. Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
  17. Peduli Sosial: Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
  18. Tanggung jawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
 
Ruang Lingkup Pendidikan Karakter (Puskur, 2011: 4) Pendidikan karakter meliputi dua aspek yang dimiliki manusia, yaitu aspek ke dalam dan aspek ke luar. Aspek ke dalam atau aspek potensi meliputi aspek kognitif (olah pikir), afektif (olah hati), dan psikomotor (olah raga). Aspek ke luar yaitu aspek manusia dalam konteks sosiokultur dalam interaksinya dengan orang lain yang meliputi interaksi dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Masing-masing aspek memiliki ruang yang berisi nilai-nilai pendidikan karakter. Penjelasan ruang lingkup pendidikan karakter terdapat pada bagan di atas.

Konkretkan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran



Indonesia Menulis official website | Members
Top of Form
Bottom of Form
Oleh: Endah Purnomosari, MPd.


Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah ternyata masih bersifat abstrak.   Perangkat pembelajaran (silabus dan RPP) yang dipersiapkan sudah berkarakter, sedangkan masalah pencapaian atau pengimplementasiannya dalam pembelajaran  masih jauh panggang dari api. Inilah bentuk nyata pendidikan karakter di sekolah. Keabstrakkannya memberi arah yang kurang jelas atau bahkan tidak jelas kepada para guru. Apakah para guru Indonesia sebagai insan cendekia hanya diam menyikapi fenomena keabstrakkan pendidikan karakter ini?


Pendidikan karakter. Siapa yang tidak mengenal paduan kata tersebut. Hampir semua orang atau elemen bangsa mengenal istilah “pendidikan karakter”. Kini, pendidikan karakter menjadi isu utama pendidikan. Selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, pendidikan karakter ini pun diharapkan mampu menjadi fondasi utama dalam membentuk peradaban bangsa Indonesia di masa depan sehingga di lingkup Kemendiknas, pendidikan karakter ini digulirkan dari mulai pendidikan dini sampai perguruan tinggi.

 Indonesia membutuhkan sumber daya manusia yang cukup besar untuk mendukung pembangunan. Kenyataan ini mustahil dapat dipenuhi dengan mudah tanpa upaya yang jelas. Agaknya pendidikan merupakan sebuah kata yang tepat untuk mewujudkannya. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan, sekali lagi, merupakan ujung tombak perubahan. Dalam dunia pendidikan yang terealisasi dalam pembelajaran di kelas mewajibkan terjadinya perubahan tingkah laku peserta didik seperti yang tercermin dalam tujuan pendidikan nasional. Secara ringkas, peserta didik harus berkarakter bangsa. Sebuah formula jitu diperlukan agar pendidikan karakter yang diharapkan tercapai secara efektif “tertanam” dalam diri peserta didik.

Menyikapi itu, aneka sambutan diberikan oleh elemen masyarakat khususnya yang berkecimpung langsung di bidang pendidikan dalam hal ini utamanya guru memang beragam. Mulai dari yang antusias sampai yang merespons biasa-biasa saja tampak dari para guru. Hal ini pastilah didasari oleh kekurangjelasan konsep pengembangan nilai-nilai karakter bangsa yang bergulir yang harus diterapkan dalam pembelajaran. Setidaknya ada tiga pendapat yang berkembang. Pertama, bahwa pendidikan karakter bangsa diberikan berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran. Pendapat kedua, pendidikan karakter bangsa diberikan secara terintegrasi dalam mata pelajaran PKn, pendidikan agama, dan mata pelajaran lain yang relevan. Pendapat ketiga, pendidikan karakter bangsa terintegrasi dalam keseluruhan mata pelajaran yang ada.

Di tengah kesimpangsiuran pendidikan karakter bangsa yang akan diterapkan di sekolah tersebut, sebuah kesepakatan diambil dan dilaksanakan oleh para pendidik, yakni memasukkan kurang lebih 18 nilai karakter dalam Kompetensi Dasar (KD) yang ada dalam setiap mata pelajaran yang sesuai dengan rumusan nilai-nilai karakter tersebut. Nilai-nilai karakter tersebut antara lain religius, jujur, bertanggung jawab, disiplin, kerja keras, percaya diri, mandiri, santun, demokratis, nasionalisme, menghargai keberagaman, dan lain-lain. Wow, betapa agungnya nilai-nilai karakter bangsa yang ingin ditanamkan kepada generasi muda sebagai ujung tombak pembangunan. Semua guru bahkan elemen masyarakat yang lain pun setuju bahwa pendidikan karakter bangsa teramat penting. Ayo, bersama mewujudkan nilai-nilai karakter bangsa itu dalam dunia pendidikan secara nyata.

Sangat ironis bahwa di lapangan, para guru lebih banyak yang menyikapi secara dingin atau kurang maksimal pendidikan karakter bangsa. Dimulai dari penyusunan kurikulum “unik” masing-masing sekolah yang sudah berkarakter, turun menjadi silabus berkarakter, sampai pada RPP berkarakter, bahkan penilaian yang biasanya dilakukan dalam setiap proses pembelajaran pun sudah dipenuhi dengan kolom-kolom rumit dan skor-skor yang sangat rinci pendeskripsiannya untuk menilai apakah peserta didik sudah berkarakter atau belum selama dan sesudah pembelajaran.

Sayangnya kondisi di atas masih bersifat abstrak. Semua dilakukan hanya sebatas memenuhi kebutuhan administrasi para guru semata. Sekali lagi secara administratif pendidikan yang dilakukan sudah berkarakter, wujud nyatanya belum. Hal ini tecermin dari masih banyaknya peserta didik yang tidak jujur seperti budaya menyontek masih tinggi, tanggung jawab yang rendah yang salah satunya dapat dilihat dari kebiasaan tidak menyelesaikan sebuah tugas dengan tepat waktu, kebanggaan terhadap negara masih rendah dengan menyukai produk dan tokoh idola dari luar negeri, demokratis yang kurang karena masih marak terjadi perkelahian antarpelajar bahkan antarwarga hanya karena masalah sepele, dan lain-lain yang mengiris hati.

Memang tidak mudah mencapai pendidikan karakter bangsa, tetapi dalam hal ini ada yang kurang tepat dalam proses penerapan pendidikan karakter tersebut di sekolah-sekolah. Perlu diingat bahwa sesuatu yang bersifat sederhana bahkan teramat sederhana sebenarnya lebih berharga dalam pencapaian pendidikan karakter bangsa tersebut daripada sekadar memenuhi persyaratan administrasi pembelajaran yang berkarakter yang membuat pendidikan karakter hanya bersifat abstrak. Hal yang konkret adalah keteladanan dan pembiasaan dari seluruh elemen sekolah mulai dari penjaga sekolah sampai kepala sekolah, bukan hanya para guru. Itu mengingat pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan yang Mahaesa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. 

Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ekstrakurikuler, pemberdayaan sarana prasarana yang dimiliki, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Pendidikan karakter mustahil hanya dicapai melalui pembelajaran di kelas. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini perlu segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkan secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah khususnya dalam pembelajaran. Pengoperasionalan atau perubahan paradigma dari yang bersifat abstrak menjadi konkret adalah melalui pembiasaan dan keteladanan. Tanpa pembiasaan dan keteladanan yang terwujud dalam contoh-contoh tindakan berkarakter mustahil pendidikan karakter bangsa akan terwujud atau tertanam dalam jiwa peserta didik.

Pembiasaan dan keteladanan yang dapat dikembangkan di sekolah antara lain memperdengarkan lagu-lagu nasional di tiap kesempatan (sebelum bel masuk dan saat istirahat). Kebiasaan tersebut sangat memengaruhi para peserta didik untuk tahu, mengerti atau paham dengan isi lagu tersebut. Selain itu, para guru juga dapat mengulas sedikit banyak lagu tersebut di setiap kesempatan yang ada dengan para siswa. Yang pada akhirnya siswa akan memberikan apresiasi yang tinggi terhadap lagu-lagu nasional Indonesia tersebut. Semangat kebangsaan dapat dikobarkan oleh sang guru kepada peserta didik.

Pin jujur bertuliskan ATM (Aku Tidak Menyontek) atau apa pun namanya juga merupakan pembiasaan yang efektif sebagai salah satu cara membuat peserta didik berlaku jujur. Siswa diberi penjelasan konsep jujur oleh semua guru yang membimbingnya. Pada saat mengikuti sebuah ulangan, siswa yang berani jujur akan diberi pin tersebut. Dalam hitungan minggu para peserta didik yang belajar berbuat jujur dengan keterbukaan yang sudah ditananamkan oleh gurunya akan mengembalikan pin tersebut jika memang dia tidak dapat berlaku jujur di ulangan-ulangan berikutnya. Selain itu para siswa juga akan termotivasi untuk selalu dapat berbuat jujur dengan mengenakan pin tersebut di setiap ulangan yang dihadapinya.

Keteladanan melalui keikutsertaan seluruh komponen sekolah pada saat kerja bakti atau kegiatan-kegiatan yang lain yang biasanya hanya menyuruh para siswa juga menjadi contoh konkret penanaman rasa kebersamaan dan tanggung jawab. Bahu-membahu dan kerukunan yang tampak merupakan pembelajaran langsung kehidupan yang berkarakter kepada peserta didik. Kebersamaan atau kegotongroyongan, tanggung jawab, toleransi, juga akan tertanam melalui kegiatan yang sederhana dan sering dilakukan di sekolah.

Keteladanan yang lain dapat dipenuhi dengan cara penggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar oleh Bapak/Ibu guru dalam setiap kesempatan khususnya saat pembelajaran. Bahasa Indonesia yang diterapkan dengan baik akan memupuk rasa kebanggaan peserta didik terhadap bahasa Indoneia. Dengan catatan, sekali lagi dengan memberi motivasi bahwa bahasa menunjukkan bangsa. Ulasan-ulasan lain pun dapat dilakukan oleh semua guru tidak hanya guru mata pelajaran bahasa Indonesia saja. Semangat heroik/kepahlawanan para generasi muda dalam sumpah pemuda juga akan sangat memotivasi peserta didik yang juga masuk golongan pemuda yang akan menjadi generasi penerus perjuangan dan pembangunan Indonesia.

Pemberdayaan kantin kejujuran di sekolah juga menjadi salah satu alternatif pengkonkretan pembelajaran pendidikan karakter. Selain mendukung karakter jujur, karakter tanggung jawab dan kewirausahaan akan tercipta dengan kantin kejujuran ini. Seluruh komponen sekolah dapat belajar membentuk karakter bangsa dengan kantin kejujuran yang terdapat di sekolah-sekolah.

Santun, merupakan karakter bangsa Indonesia. Norma-norma kesantunan yang ada di setiap lini kehidupan dapat terciptanya dengan cara sederhana melalui pembiasaan 3 S. Budaya 3 S yakni salam, sapa, dan senyum di lingkungan sekolah khususnya dan himbauan di masyarakat pada umumnya akan membentuk kesantunan peserta didik. Mereka akan terbiasa santun sekaligus menghargai sesamanya. Budaya 3 S ini kelihatannya sederhana tetapi karena keegoisan seseorang membuat budaya ini sulit diterapkan. Supaya menarik 3 S yang sederhana ini dapat dijadikan motto bahkan sebuah yel-yel yang senantiasa diucapkan di setiap kesempatan. Sekali lagi, pembiasaan dan keteladanan merupakan sesuatu yang maha dahsyat untuk membentuk karakter bangsa dalam diri peserta didik.

Karakter religius sebagai pondasi keimanan seseorang dapat dibentuk dengan menerapkan salat berjemaah secara bergiliran tiap beberapa kelas untuk membentuk insan beriman dalam kebersamaan. Kedisiplinan tentu saja menjadi senjata utama agar nilai/karakter religius ini didapat atau tercipta di lingkungan sekolah. Salat berjemaah yang terjadwal ini tentu saja perlu pendampingan seorang guru khususnya sebelum paserta didik sadar akan kewajibannya.

Tidak kalah pentingnya untuk membentuk atau melaksanakan pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan dengan lebih memberdayaan kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah. Ekstrakurikuler yang sarat dengan pendidikan karakter antara lain paskibraka, Pramuka, pencinta alam, TPQ, PMR, jurnalistik, paduan suara, KIR, dan masih banyak yang lain. Pembiasaan dan keteladanan yang terlihat dalam pelaksanaan kegiatan estrakurikuler yang cukup kompleks ini membuat anak berkarakter nasionalisme, menghargai sesama, kreatif, tanggung jawab, menghargai sesama, dan lain-lain. Umpan balik atas apa yang dilakukan oleh peserta didik dalam kegiatan ekstrakurikuler ini tentunya diberikan oleh para pembina ekstra atau para guru. Perlu pengintensifan dan pemberdayaan kegiatan ekstrakurikuler untuk  membentuk karakter bangsa para peserta didik.

Dengan pembiasaan dan keteladanan pada intinya, pendidikan  karakter pada tingkatan institusi atau sekolah mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat khususnya dalam pencapaian terbentuknya peserta didik yang berkarakter bangsa. Hal ini senada dengan Wamendiknas yang mengatakan bahwa hendaknya pendidikan karakter ini tidak dijadikan kurikulum yang baku, melainkan dibiasakan melalui proses pembelajaran. Selain itu mengenai sarana-prasarana, pendidikan karakter ini tidak memiliki sarana-prasarana yang istimewa, karena yang diperlukan adalah proses penyadaran dan pembiasaan.

Semua elemen sekolah khususnya para guru sebagai ujung tombak pelaksanaan pembelajaran di kelas hendaknya lebih menyadari bahwa pendidikan karakter bangsa tidak hanya tertulis dengan rapi di persiapan mengajarnya tetapi lebih mengkonkretkan pendidikan karakter bangsa itu dalam keteladanan dan pembiasaan dalam kegiatan keseharian di sekolah. Sesuatu yang teramat dekat marilah digali lagi. Semua berpotensi membentuk  karakter peserta didik. Tidak perlu terlalu jauh melangkah atau menyikapi hal baru dengan sebuah keabstrakan. Keteladanan dan pembiasaan yang sederhana yang dapat dilakukan oleh semua orang khususnya para pendidik ternyata menjadi kunci kesuksesan pendidikan karakter bangsa. Semoga pendidikan karakter yang menjadi harapan bersama untuk mengembalikan dan mempersiapkan generasi muda memiliki dan menjadi bangsa Indonesia yang seutuhnya ini tidak hanya menjadi proses pencarian watak bangsa, melainkan sebagai motor utama titik balik kesuksesan peradaban bangsa Indonesia yang kaya dengan beragam nilai-nilai luhur kebangsaannya. Hidup Indonesia! Hidup pendidikan karakter bangsa!