Minggu, 21 Oktober 2012

Pendidikan Karakter Bangsa di Sekolah melalui Pembiasaan



Pendidikan Karakter Bangsa di Sekolah melalui Pembiasaan
(Peralihan dari Knowing menjadi Being)

(Romel Noverino, SS., MHum.)

Abstrak
‘Ala bisa karena biasa’ dan Practise makes perfect merupakan dua ungkapan dari dua bahasa yang berbeda tetapi memiliki nuansa makna yang mirip. Keduanya memiliki paradigma bahwa suatu tindakan akan teraplikasi dengan baik ketika tindakan itu dijadikan suatu kebiasaan. Kebiasaan akan menjadi hal yang baik ketika dipandu dan diarahkan dengan benar. Sekolah saat ini mengemban tugas mulia yaitu tidak hanya mendidik para muridnya hardskill tetapi juga softkill. Paradigma pembelajaran yang sebelumnya lebih menekankan pada apa yang perlu dipelajari murid telah beralih pada bagaimana belajar. Dalam kaitannya dengan pembelajaran karakter, khususnya karakter bangsa, pembiasaan merupakan cara yang dinilai efektif dan efisien bagi para murid. Dengan menerapkan pembiasaan yang dilihat dan ditiru dari sekolah, terutama para guru, murid akan langsung memahami dan menilai karakter yang baik dan benar. Guru merupakan agen perubahan dan dalam hal pembelajran karakter, guru terletak pada garis depan dan oleh karenanya guru diharapkan dapat menjadi role model bagi para muridnya. pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing)”, akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling)”, dan “perilaku yang baik (moral action)”.

Kata kunci: kebiasaan, karakter, pendidikan karakter. 

PENDAHULUAN
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan untuk mengembangkan pendidikan nasional di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan tujuan dapat berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa di sekolah, dengan berlandaskan pada Pancasila, UUD 1945 dan kebudayaan kebangsaan Indonesia.
Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa (Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025, dalam Puskurbuk, Januari 2011).
Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila” (Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter Bangsa: Puskurbuk, Januari 2011).
Bangsa Indonesia saat ini dihadapkan pada krisis karakter yang cukup memprihatikan. Demoralisasi mulai merambah ke dunia pendidikan yang tidak pernah memberikan mainstream untuk berperilaku jujur, karena proses pembelajaran cenderung mengajarkan pendidikan moral dan budi pekerti sebatas teks dan kurang dipersiapkan pada murid untuk menyikapi dan menghadapi kehidupan yang kontradiktif. Bahkan, fenomena lahirnya praktek korupsi juga berawal dari kegagalan 2 dunia pendidikan dalam menjalannya fungsinya , ditandai dengan gejala tereduksinya moralitas dan nurani sebagian dari kalangan akademisi. Banyak bukti menunjukkan masih tingginya angka kebocoran di institusi terkait, pengkatrolan nilai oleh guru, plagiatisme naskah-naskah skripsi dan tesis, menjamurnya budaya nyontek para murid, korupsi waktu mengajar, dan sebagainya. Di sisi lain, praktek pendidikan Indonesia cenderung terfokus pada pengembangan aspek kognitif sedangkan aspek soft skils atau nonakademik sebagai unsur utama pendidikan karakter belum diperhatikan secara optimal bahkan cenderung diabaikan. (Raka, 2006 dalam Astuti, 2010)
Memudarnya karakter manusia di Indonesia ditunjukkan oleh meningkatnya “kesenangan‟ dari sebagian warganya terlibat dalam kegiatan atau aksi-aksi yang berdampak merusak atau menghancurkan diri bangsa kita sendiri (act of self distruction). Ketika bangsa-bangsa lain bekerja keras mengerahkan potensi masyarakatnya untuk meningkatkan daya saing negaranya, sebagian dari warga  di Indonesia malah  dengan bersemangat memakai energi masyarakat untuk mencabik-cabik dirinya sendiri, dan sebagian besar yang lain terkesan membiarkannya. Memecahkan perbedaan pendapat atau pandangan dengan menggunakan kekerasan, yang  secara sistematik mengobarkan kebencian untuk memicu konflik horizontal atas dasar SARA, dan menteror bangsa sendiri adalah dua  bentuk dari kegiatan merusak diri sendiri, seperti halnya ; kasus Trisakti , kasus “Koja Priok”. Hal ini terjadi karena makin memudarnya nilai-nilai kemanusiaan yang mencakup semangat dan kesediaan untuk bertumbuh kembang bersama, secara damai dalam kebhinekaan (Raka, 2007:2 dalam Astuti 2010).
Fenomena lain yang menunjukkan krisis karakter adalah sikap mental yang memandang bahwa kemajuan bisa diperoleh secara mudah, tanpa kerja keras, bisa dicapai dengan menadahkan tangan dan dengan menuntut ke kiri dan ke kanan. Lebih lanjut, dijelaskan oleh Gede Raka , bahwa kebiasaan menimpakan kesalahan kepada orang lain, merupakan salah satu karakter yang menghambat kemajuan. Hal ini  bukan kekuatan, namun kelemahan. (Raka,2007:2 dalam Astuti, 2010).
Haruslah diyakini bahwa tidak perlu ada keraguan dari seluruh komponen bangsa tentang perlunya pembangunan bangsa dan karakter yang oleh Ir Soekarno, Presiden RI Pertama ditemakan dengan nation and character building karena secara konstitusional komitmen berbangsa dan bernegara Indonesia telah dengan tegas dinyatakan dalam keempat alinea Pembukaan UUD 1945. Komitmen tersebut merupakan kristalisasi dari semangat kebangsaan yang secara historis mengkristal dalam wujud gerakan Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, yang berpuncak dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Karena itu kegalauan seluruh komponen bangsa tentang kondisi bangsa yang dirasakan menghawatirkan saat ini, dan prospek bangsa dan negara Indonesia di masa depan, sangatlah beralasan. Pelbagai diskusi, seminar, sarasehan, simposium dan sejenisnya yang saat ini marak di seluruh wilayah Indonesia, merupakan indikator yang kuat bahwa seluruh komponen bangsa memiliki komitmen kebangsaan yang sangat kuat. Namun demikian diperlukan adanya kebijakan nasional yang komprehensif, koheren, dan berkelanjutan. (Winataputra, 2010)
Seperti dinyatakan dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa (Republik Indonesia,2010:1), situasi dan kondisi kondisi karakter bangsa yang memprihatinkan tersebut, mendorong pemerintah untuk mengambil inisiatif untuk memprioritaskan pembangunan karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa dijadikan arus utama pembangunan nasional.
Hal itu mengandung arti bahwa setiap upaya pembangunan harus selalu diarahkan untuk memberi dampak positif terhadap pengembangan karaker. Mengenai hal tersebut secara konstitusional sesungguhnya sudah tercermin dari misi pembangunan nasional yang memosisikan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007), yaitu “...terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang dicirikan dengan watak dan prilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotongroyong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi ipteks.”
Oleh karena itu pembangunan karakter bangsa memiliki cakupan dan tingkat urgensi yang sangat luas dan bersifat multidimensional. Ditegaskan dalam Kebijakan tersebut sangat luas karena memang secara substantif dan operasional terkait dengan “...pengembangan seluruh aspek potensi-potensi keunggulan bangsa dan bersifat multidimensional karena mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang hingga saat ini sedang dalam proses “menjadi”.
Dalam hal ini dapat juga disebutkan bahwa (1) karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan bernegara, hilangnya karakter akan menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa; (2) karakter berperan sebagai “kemudi” dan kekuatan sehingga bangsa ini tidak terombang-ambing; (3) karakter tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus dibangun dan dibentuk untuk menjadi bangsa yang bermartabat. Selanjutnya, ditegaskan bahwa pembangunan karakter bangsa harus difokuskan pada “...tiga tataran besar, yaitu (1) untuk menumbuhkan dan memperkuat jati diri bangsa, (2) untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan (3) untuk membentuk manusia dan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia dan bangsa yang bermartabat.”
Di dalam Kebijakan Nasional tersebut (2010;4) pembangunan karakter bangsa secara fungsional memiliki tiga fungsi utama sebagai berikut:
 a. Fungsi Pembentukan dan Pengembangan Potensi
Pembangunan karakter bangsa berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila.
b. Fungsi Perbaikan dan Penguatan
Pembangunan karakter bangsa berfungsi memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera.
c. Fungsi Penyaring
Pembangunan karakter bangsa berfungsi memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

Demikian ditegaskan bahwa “...ketiga fungsi tersebut dilakukan melalui (1) Pengukuhan Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara, (2) Pengukuhan nilai dan norma konstitusional UUD 45, (3) Penguatan komitmen kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), (4) Penguatan nilai-nilai keberagaman sesuai dengan konsepsi Bhinneka Tunggal Ika, serta (5) Penguatan keunggulan dan daya saing bangsa untuk keberlanjutan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia dalam konteks global.”
Sedangkan yang menjadi tujuan (Kebijakan Nasional,2010:5) dari pembangunan karakter bangsa adaalah “...untuk membina dan mengembangkan karakter warga negara sehingga mampu mewujudkan masyarakat yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Untuk itu maka Pembangunan Karakter Bangsa disikapi dan diperlakukan sebagai suatu gerakan nasional yang harus menjadi komitmen seluruh komponen bangsa dengan tema “...membangun generasi Indonesia yang jujur, cerdas, tangguh, dan peduli.”

Agar tujuan ini dapat tercapai, diperlukan cara dan sepertinya pembiasaan dapat menjadi salah satu cara yang baik dan efektif dalam mewujudkan tujuan ini. Permasalahannya adalah bagaimana menerapkan kebiasaan sebagai metode pendidikan karakter bangsa dalam ruang lingkup pendidikan?

PEMBAHASAN
Pernyataan Umum

Tujuan akhir dari semua pendidikan adalah karakter. Sekolah berkontribusi, baik atau buruk, terhadap karakter dan kepribadian tiap murid. Karena perkembangan karakter merupakan bagian integral dari pendidikan, maka pendidikan karakter harus menjadi pertimbangan dari guru. Pendidikan moral tidak dapat sepenuhnya berhasil jika dianggap sebagai mata pelajaran saja yang diajarkan dalam periode tertentu. Meski bukan menjadi penekanan yang melingkupi seluruh kehidupan dan pekerjaan sekolah tetapi mendidik karakter murid harus selalu hadir dalam pikiran guru.
Pendidikan karakter memiliki dua tujuan realisasi cita-cita besar yaitu, kesejahteraan sosial dan pengembangan kepribadian individu. Keduanya saling  melengkapi. Perilaku yang berkontribusi pada kebaikan orang lain akan memberi cara nyata dalam pengembangan kepribadian, dan, sebaliknya, realisasi kapasitas individu berkontribusi, dalam jangka panjang, pada kualitas total dari kehidupan kelompok. Untuk menjadi pemandu dan panutan yang efektif dalam pengembangan karakter murid, guru tidak hanya harus memiliki pandangan dan kemampuan interaksi sosial yang luas dan amanah, tetapi juaga sensitif terhadap kemungkinan potensi laten murid.

Pengembangan karakter moral yang sehat meliputi:
1.       Pengetahuan tentang apa yang benar; kesadaran prinsip moral, dan pelbagai alasan yang mendasari prinsip moral itu. Ini adalah landasan intelektual.
2.       Sikap dan Keinginan yang benar, apresiasi terhadap kualitas karakter yang baik dalam diri sendiri dan orang lain. Dalam hal ini emosi memainkan peran besar.
3.       Kebiasaan berperilaku yang benar.

Karakter ini tercermin dalam tindakan kebiasaan. Apa yang yang ditunjukkan oleh apa yang dilakukan seseorang. Sikap dan kebiasaan yang benar memberikan motif untuk tindakan yang benar dan kebiasaan hidup yang terpadu. Pengetahuan saja tidak cukup, begitu pula niat, jika tidak disertai dengan tindakan yang benar. Murid harus memiliki kesempatan untuk memahami mengapa beberapa tindakan terkategori baik dan buruk, mereka harus dibantu untuk mengembangkan sikap-sikap emosional untuk melakukan hal-hal yang baik dalam pelbagai kesempatan yang beragam.
Setiap pendidikan karakter harus mendapat perhatian. Studi di bidang ini mengungkapkan bahwa sebagian besar masalah perilaku disebabkan karena murid tidak mengerti mengapa hal-hal tertentu harus dilakukan dan yang lain tidak. Ada kebutuhan besar untuk berdiskusi tentang masalah perilaku yang timbul dalam pengalaman murid yang akan membantu ke pemahaman yang jelas tentang isu-isu moral. Diskusi panjang menyiratkan bahwa guru tidak akan mendikte opini, tetapi akan berusaha untuk merangsang pemikiran dan mengapresiasi murid terkait keputusan yang rasional. Refleksi lanjutan pada masalah etik berfungsi untuk mempercepat penilaian moral serta untuk memperbaiki gagasan/pemahaman tertentu yang salah dan sikap yang tidak benar. Murid, pada kenyataannya, sangat tertarik pada masalah mereka sendiri, dan pemahaman sosial serta kemampuan interaksi sosial guru ke murid akan sangat mempengaruhi diskusi ini.
Sikap dan Perilaku yang benar merupakan perpaduan antara pemahaman moral yang benar dan sebagai akibat dari kepuasan yang menyertai tindakan yang benar. Tugas guru dalam hubungan ini adalah untuk memastikan bahwa kepuasan terjadi. Kepuasan yang muncul secara alami dari tindakan itu adalah nilai yang jauh lebih besar daripada kepuasan yang berasal dari suatu imbalan. Guru harus menyadari bahwa insentif seperti tanda bintang dan hadiah hanyalah bersifat sementara sebagai perangsang agar mereka bersikap benar. Akan tetapi jika keinginan untuk hadiah tetap mendominasi sebagai motif, itu justru akan menjadi penghalang daripada membantu ke sikap dan karakter yang benar. Apresiasi karakter yang baik, dulu dan sekarang, sangat diperlukan dalam mengembangkan sikap dan perilaku yang benar.
Setiap sekolah memberikan kesempatan untuk melaksanakan karakter baik yang dididik. Ini adalah tugas guru untuk mengatur standar perilaku di sekolah dan tidak akan puas sampai kebiasaan yang diinginkan menjadi mapan. Dalam bekerja menuju akhir ini, guru harus melakukan penilaian yang baik kapan menggunakan tekanan otoritas dan kapan menggunakan pendekatan personal. Biasanya, dengan menunjukkan sikap yang benar dan mengukur sampai standar yang diinginkan, lebih baik puas dengan hasil kecil tetapi mewakili pertumbuhan karakter yang benar daripada mencapai hasil lebih besar dengan cara sewenang-wenang. Dalam kasus apapun kebijakan yang konsisten sangat diperlukan. Seiring tercapainya kebiasaan benar yang diharapkan, prinsip yang terlibat harus sesuai dengan perkembangan usia murid. Pada saat yang sama murid harus dipimpin untuk melihat penerapan prinsip ini dalam situasi terkait. Dengan cara ini jumlah terbesar kemungkinan transfer akan tercapai.

Tujuan Pendidikan Karakter

Tujuan pendidikan karakter di bawah ini bukanlah merupakan tujuan yang bersifat final atau bahwa setiap tujuan yang diusulkan bersifat inklusif. Tujuan yang dipaparkan di bawah ini, setidaknya, dimaksudkan untuk menunjukkan sudut pandang dan untuk menekankan tujuan tertentu dalam kepentingan khusus. Meski dinyatakan dalam istilah umum, diharapkan sasaran-sasaran ini cukup untuk membimbing guru, dan membentuk dasar untuk menilai hasil aktual pendidikan.

I.      Pengembangan Pengetahuan dan Pemahaman.
1.       Pemahaman tentang sifat dasar sosial karakter dan perilaku moral.
a.       Sebuah realisasi atas apa yang orang lain lakukan untuk kita dan bagaimana kita bergantung pada mereka. Rasa ketergantungan akan meningkat dari ketergantungan kepada orangtua, kakak dan adik, pembantu, dan pemerintah. Hal ini akan membentuk pengenalan bertahap terhadap pemahaman kelompok sosial, dimulai dari unit terkecil, rumah, dan tempat bekerja, dan seiring pertumbuhan pengalaman murid, menuju pemahaman tentang kelompok antar bangsa.
b.      Pemahaman tentang perlunya kerjasama menuju kebaikan bersama.
c.       Sebuah apresiasi dari fakta bahwa pelbagai hal baik yang dialami saat ini, kekayaan budaya kita, seperti musik, cerita, gambar, dan juga adat dan kebiasaan kita, adalah hasil dari pengorbanan mereka yang telah hidup sebelum kita. Cerita hidup pelopor dan penemu besar, seniman, dan ilmuwan memberikan kontribusi untuk pemahaman ini.
d.      Sebuah realisasi tanggung jawab kita terhadap penerus kita, dalam pelestarian warisan budaya, kelangsungan adat dan kebiasaan, dan juga dalam memberikan kontribusi untuk kelangsungan hidup manusia. Murid dapat dididik untuk menyadari bahwa murid lain akan menempati kelas dan sekolah mereka dan mereka harus meninggalkan segala sesuatu dalam kondisi terbaik untuk penerus mereka. Ini adalah awal dari sikap terhadap konservasi sumber daya alam kita dan kekayaan budaya kita.
e.      Pemahaman tentang fakta bahwa perbuatan baik merupakan kepuasan terbesar dan dalma jangka waktu terlama seperti yang pernah dialami oleh banyak orang sebelumnya.
f.        Pemahaman tentang nilai kesehatan yang baik dan hubungannya dengan hidup sehat.
2.       Pengembangan penilaian moral yang benar.
a.       Pengetahuan tentang apa yang benar atau salah dalam situasi tertentu yang seringkali berulang dalam kehidupan sehari-hari.
b.      Pemahaman, sesuai tingkat kedewasaan murid, tentang alasan mengapa tindakan tertentu dianggap benar atau salah.
c.       Kemampuan untuk memahami akibat baik atau buruk ke diri sendiri dan orang lain atas setiap tindakan yang dilakukan.
d.      Standar umum penilaian moral. Prinsip moral yang jelas dipahami sebagai akibat dari suatu kasus yang spesifik.
II.    Pengembangan Sikap, Keinginan, Tujuan yang Benar.
1.       Kepatuhan pemikiran, perkataan dan perbuatan, pada standar moral yang tinggi.
2.       Keyakinan untuk setiap alasan yang baik dan menghormati semua hal yang baik.
3.       Sebuah perasaan kewajiban untuk memberikan layanan bagi orang lain serta kelompok sosial, seperti, komunitas, sekolah, rumah, dll. Bersedia menerima tanggung jawab pribadi.
4.       Disposisi untuk mengenali manfaat dari orang lain dan untuk mentolerir pendapat dan tindakan mereka.
5.       Sikap menghargai dan mensyukuri kepada orang lain atas manfaat yang diterima, dan atas pertimbangan kenyamanan dan kebahagiaan dari orang lain.
6.       Sebuah tekad untuk mencapai yang terbaik sesuai kemampuannya.
III.       Pembentukan Pola Sikap dan Perilaku yang Diharapkan
1.       Memandu pola sikap dan perilaku murid dengan secara bertahap mengurangi pengawasan dan meningkatkan kesadaran diri akan pentingnya sikap dan perilaku yang benar dan cerdas.
2.       Membiasakan untuk bekerja dengan baik dan menanamkan rasa bangga ketika pekerjaannya tercapai.
3.       Perasaan bersedia kerjasama dengan orang lain.
4.       Membiasakan bertindak adil, sportif, jujur, benar, dll, yang diukur sesuai dengan standar moral tinggi.
5.       Membiasakan bertindak dengan sopan santun dan dengan tata krama yang baik, ceria kepada orang lain; dan mengapresiasi layanan yang diterima dari orang lain.
6.       Kebiasaan bertindak berani dalam membela yang benar, dan bertindak rendahhati terhadap yang lebih muda dan lemah.
7.       Kebiasaan hidup sehat.
8.       Kebebasan dari konflik emosional dan gangguan yang tidak perlu.
9.       Kebiasaan menolak godaan yang tidak benar dengan tegas, mengarahkan energi ke cara yang sehat dan menekan sikap dan perilaku yang buruk.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karakter di Sekolah

Pertumbuhan karakter tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Setiap faktor dalam sekolah memberikan kontribusi dalam pembentukan karakter setiap murid. Jika sekolah adalah tempat untuk mencapai efektivitas maksimum dalam pengembangan karakter, maka kebijakan yang jelas harus diadopsi untuk tercapainya tujuan ini dan menjadi prinsip koordinasi kerja. Berikut ini adalah beberapa faktor yang memberikan kontribusi pasti dalam pencapaian karakter yang layak:

1. Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah pemimpin sekolah yang bertanggung jawab. Kepribadiannya mempengaruhi seluruh institusi dan memainkan peranan besar dalam menentukan atmosfer moral dan intelektual. Dengan cara yang tegas tapi ramah, kepala sekolah akan mampu membangun kondisi sekolah yang kondusif. Dengan kepemimpinan yang demokratis dan bijaksana, kepala sekolah dapat memandu para staf dan guru dalam merumuskan falsafah pendidikan yang terpadu sehingga berfungsi dalam kehidupan sekolah. Dengan cara ini kepala sekolah akan berperan dalam memaksimalkan sumber daya para guru dan stafnya untuk kebaikan para murid. Perkembangan karakter terbaik pada setiap murid akan menjadi tujuan penting setiap saat. Kepala sekolah adalah kekuatan moral yang terdepan di sekolah.


2. Guru
Pengaruh guru terhadap karakter murid-muridnya sangatlah jauh jangkauannya. Hal ini diberikan tidak hanya melalui instruksi yang diberikan di kelas dan hal-hal yang murid lakukan di bawah arahannya, tetapi guru merupakan sosok baik yang dianggap teladan. Minat, hobi, dan apresiasi guru dapat menjadi sarana membangkitkan minat, hobi dan apresiasi yang sama pada murid yang berpotensi menjadi kekuatan dalam kehidupan mereka nantinya. Sepertinya guru harus berpose untuk murid-muridnya sebagai model, yaitu bahwa guru menerapkan karakter yang dia harapkan akan diterapkan oleh para muridnya nanti. Selanjutnya, guru harus memiliki pandangan sosial, sikap hormat terhadap kepribadian anak, dan keinginan tulus untuk membentuk karakter murid-muridnya dengan benar.

3. Organisasi dan Manajemen Kelas dan Sekolah
Pengelolaan sekolah memiliki pengaruh pada karakter murid. Sekolah yang dikelola dengan baik lebih mengedepankan pada bagaimana mendidik para murid untuk mencapai potensi terbaik yang mereka miliki. Jadwal kelas, tugas guru, dan peraturan sekolah harus dikelola sedemikian rupa untuk menjamin adanya interaksi terbaik antara guru dan murid dan menghindari gesekan dari rutinitas yang ada. Sekolah besar atau kecil harus mampu mengembangkan sebuah program yang bervariasi, menarik, dan mamandu tindakan yang bertanggung jawab. Sekolah harus memastikan bahwa guru memiliki kesempatan dan tanggung jawab kepada murid mereka baik di dalam ruang kelas dan di luar.
Sistem ujian dan nilai harus mendorong pencapaian terbaik dari setiap murid tanpa memberi penekanan pada aspek-aspek yang tidak diinginkan seperti seakan-akan sekolah adalah tempat berkompetisi. Hal ini dapat dicapai dengan menafsirkan hasil kinerja murid tanpa membebani murid dengan sistem standar nilai dan peringkat.
Organisasi dan manajemen sekolah dan kelas harus membuat ketentuan dengan memberikan porsi pengelolaan kepada murid. Ini merupakan bentuk kepercayaan dengan secara bertahap menyerahkan tanggung jawab kepada murid agar murid dapat membuktikan bahwa mereka siap dan mampu untuk memikul tanggung jawab. Tiap kelas memilih pemimpinnya sendiri sehingga terbiasa dengan dasar-dasar prosedur demokratis.

4. Kurikulum
Mata pelajaran pada kurikulum dapat mempengaruhi karakter murid setidaknya dalam tiga cara:
1.       Dengan berkontribusi langsung ke pengetahuan, sikap, dan perilaku, seperti pada bidang  kesehatan, kewarganegaraan, dan apresiasi sastra dan seni.
2.       Dengan membangkitkan minat baru yang mungkin berpengaruh di kemudian hari.
3.       Dengan menghasilkan kualitas seperti ketelitian, ketekunan dalam menghadapi kesulitan, dan kepuasanketika menguasai/berhasil.

Untuk mewujudkan cara ini, kurikulum secara bijaksana harus memilih mata pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peradaban sekarang dan masa depan. 
Karena pendidikan karakter harus masuk dalam mata pelajaran yang diberikan kepada murid, berikut akan disajikan gambaran bagaimana beberapa mata pelajaran dapat membentuk karakter murid.  

- Pendidikan Kesehatan
Karakter dan perilaku berhubungan erat dengan kesehatan fisik dan mental. Dalam banyak kasus, masalah perilaku dapat ditelusuri ke kondisi mental yang terganggu, yang pada gilirannya mungkin disebabkan karena gangguan fisik serta akumulasi pengalaman yang tidak menyenangkan. Kesehatan mental sulit untuk dibangun secara sehat dalam tubuh yang tidak sehat. Setiap anak memiliki hak untuk tumbuh secara normal dengan kesehatan dari tubuh dan pikiran yang kuat dan baik. Pendidikan kesehatan dapat berperan, dengan bekerjasama dengan rumah dan lembaga kesehatan masyarakat, dalam menjamin lingkungan sekolah yang sehat, menumbuhkan kebiasaan yang baik dan membangun pengetahuan dan sikap yang baik. Ini adalah tugas bagi setiap guru dan pihak sekolah pada umumnya. 

- Bahasa dan Sastra
Sastra dan bahasa membuka potensi murid dan memberikan wadah untuk ekspresi diri. Sastra memberikan cerita yang mewakili kehidupan manusia dan dari mempelajari sastra, muird dapat mempelajari hikmah dan menambah pemahaman mereka dalam membedakan sikap dan perilaku yang benar atau salah. Diarahkan dengan benar, mempelajari bahasa dan Sastra akan memberikan kontribusi pada karakter murid karena murid mengembangkan kemampuan imajinasi mereka dari juga mereka belajar mengapresiasi pengalaman orang lain sebagai dasar untuk belajar moral.



- Pendidikan Sosial
Pendidikan sosial, seperti namanya, dimaksudkan untuk memberikan murid pemahaman tentang kehidupan yang beradab dan sikap sosial yang diinginkan. Agar murid memahami konsepsi sosial yang lebih luas, murid perlu dipandu memadukan kehidupan sosial pribadi dengan pengetahuan yang diberikan guru. Sejarah, terutama pada sisi biografi, sangat penting dalam menanamkan sikap pribadi. Semua studi sosial menekankan pada saling hubungan antar kelompok sosial dan hubungan antar bangsa.

- Pendidikan Hitung
Kita cenderung berpikir matematika sebagai ilmu yang sangat praktis dengan sedikit hubungan ke sikap dan perilaku dalam pengertian umum. Tidak ada yang bisa jauh dari kebenaran. Belajar berhitung memberikan murid konsepsi pertama tentang ketepatan dan keniscayaan. Ini adalah perkenalan pertama murid ke pandangan alam semesta yang akan dibangun nanti melalui studi matematika lebih maju dan ilmu lainnya.

- Pendidikan Ilmu Dasar
Pemahaman dasar ilmu ilmiah dan sikap menghormati kualitas benda yang ada di alam, baik hidup maupun mati, adalah salah satu pendidikan karakter terbesar. Ilmu pengetahuan alam mengajarkan pelajaran tentang saling ketergantungan antar benda hidup dan mati.

- Seni dan Ketrampilan
Pengaruh seni pada hasil karakter murid merupakan perpaduan dari respon emosi dan hasrat kegiatan yang dapat mengarah pada kepuasan tanpa batas yang lebih besar dan lebih besar. Dalam seni ada kesempatan untuk beraktivitas secara kreatif, yang diakui memiliki landasan penting pada pengembangan karakter.

5. Metode Pengajaran
Metode mengajar terikat dengan bagaimana kelas dikelola. Metode yang mengedepankan banyak inisiatif dari murid sebagai respon dari arahan guru dan berlimpahnya aktivitas yang bervariasi tidak hanya menghasilkan hasil belajar yang terbaik, tetapi juga pembentukan karakter yang diinginkan. Metode seperti sosialisasi, perencanaan dan penerapan diri, tugas projek kelas, harus dipertimbangkan dengan cermat oleh guru dalam kaitannya dengan efek moral pada murid baik secara kolektif dan individual.

6. Kegiatan Murid
Kegiatan murid, selain dari instruksi yang diberikan di ruang kelas, memiliki tempat yang sangat penting di sekolah dasar, terutama dari sudut pandang pendidikan karakter. Sekolah harus memiliki perayaan untuk menandai peristiwa khusus dan perayaan ini melibatkan murid untuk berpartisipasi, seperti Hari Peringatan Nasional, Hari Raya Keagamaan dan lainnya. Peristiwa ini melibatkan seluruh sekolah dan masyarakat juga. Dengan pemikiran dan pertimbangan matang, guru dapat memberikan beberapa tanggung jawab untuk setiap murid.

Kegiatan rekreasi sekolah, permainan, dan olahraga, memberi guru interaksi yang diperlukan dengan murid dalam keadaan alami dan membantu untuk mengembangkan sikap dan kebiasaan yang diinginkan. Sekolah dapat menjadi "rumah" dan memasukkan setiap murid dalam permainan untuk memupuk rasa kesetiaan kepada kelompok.
Dalam merencanakan semua kegiatan ini, guru harus mencerminkan karakter yang baik dan benar. Guru akan menentukan bagaimana kegiatan akan dilakukan dan bagaimana mengapresiasi apa yang telah dilakukan murid.

7. Disiplin
Cara disiplin ditangani memiliki pengaruh yang sangat besar pada karakter murid. Tujuan pertama adalah untuk mencegah timbulnya kasus-kasus disiplin. Ketika kondisi sekolah dan kelas baik dan disesuaikan dengan kemampuan murid, dan ketika suasana sosial ruangan kelas  menyenangkan, kasus disiplin tidak sering terjadi. Disiplin yang baik tergantung juga pada sikap mendorong dan simpatik dan juga pada humor yang baik dan kontrol diri dari guru.
Ketika kasus disiplin muncul, kontribusi ke pembentukan karakter akan lebih fokus pada menemukan penyebab kasus disiplin itu, menempatkan tanggung jawab pada anak untuk menemukan solusi dari kasus itu, dan upaya untuk meningkatkan kesadaran murid untuk membedakan mana yang baikdan buruk serta mana yang benar dan salah. Guru yang bijaksana akan menangani murid secara personal dan akan berpikir dalam upaya menanamkan kesadaran disiplin pada murid dibandingkan memberi hukuman ke murid.

8. Bimbingan ke Murid.
Setiap guru bertanggung jawab membimbing murid secara individual dalam semua hal penting pendidikan, dengan penekanan khusus dalam pengembangan karakter. Bimbingan adalah fungsi kontinu dan sangat penting ketika segalanya berjalan lancar dan ketika adanya kesulitan pribadi pada murid. Murid yang sikap dan perilakunya normal tetap membutuhkan bimbingan dari segi peningkatan pemahaman kecerdasan sesuai dengan arah pertumbuhan maksimal karakter sifat yang diinginkan. Bagi murid yang sikap dan kelakuannya tidak wajar, bimbingan tidak harus dianggap sebagai sinonim dengan disiplin. Kecenderungannya adalah untuk murid yang agresif yang menarik perhatian besar dan menyerap sebagian besar upaya guru. Dibandingkan dengan murid tipe agresif, murid dengan sifat resesif perlu mendapat perhatian juga karena meskipun tidak mengganggu rutinitas sekolah, biasanya mereka memiliki permasalahan lebih karena ketidakmampuan sosial dan emosional mereka dan oleh karenanya lebih membutuhkan bimbingan. Meskipun guru rata-rata tidak memiliki kemampuan psikologis untuk menangani kasus-kasus dengan masalah yang lebih sulit, setidaknya guru dapat memberi perhatiannya kepada murid yang sedang mengalami masalah dan terutama untuk murid yang introversive.
Guru harus selalu melihat fakta bahwa pendidikan berhubungan dengan individu. Hal ini diperlukan untuk mempelajari setiap murid secara terus-menerus dan secara hati-hati dan menerapkan langkah-langkah kalkulatif untuk menghasilkan pengembangan keseluruhan karakter yang terbaik. Guru yang baik selalu memperlakukan murid mereka dengan pendekatan personal secara langsung. 

9. Hubungan dengan Rumah dan Badan Sosial Lainnya
Jika pendidikan adalah untuk menghasilkan karakter yang layak, maka penting bahwa sekolah dan rumah bekerja di tujuan dan lintas yang sama. Ini berarti pengetahuan dan pemahaman haruslah mutual. Organisasi Orangtua-Guru adalah langkah di arah yang benar dalam membina hubungan antara orangtua dan guru demi kepentingan terbaik murid dalam kapasitas yang sifatnya saling mendukung. Kepala sekolah dan guru menerima dan berbagi penuh tanggung jawab untuk membimbing murid. Secara umum ini akan berarti bahwa setiap guru akan berkoordinasi dengan orangtua untuk saling bertukar informasi terkait hal-hal yang terjadi pada murid yang dapat meningkatkan kemampuan akademik mereka dan juga kemampuan karakter mereka.
Dalam cara yang sama, pihak sekolah juga perlu menjalin hubungan dengan lembaga lain di masyarakat, seperti, Pramuka, Palang Merah Indonesia, Sekolah Sepak Bola, dll, yang memiliki pengaruh penting terhadap murid. Di sini juga biasanya mungkin untuk mengajarkan pemahaman dan bekerjasama secara harmoni.

10. Semangat sekolah.
Sekolah, pada jangka panjang, mencerminkan pandangan dan cita-cita stafnya. Apakah itu sebuah sekolah pedesaan dengan satu guru atau sekolah yang lebih besar di perkotaan, kepala sekolah menentukan standar. Semangat sekolah yang tepat terletak pada kepercayaan dan sikap saling menghormati antara guru dan kepala sekolah dan antara murid dan guru. Sekolah yang baik tidak hanya ditandai oleh tatanan sempurna tetapi oleh keinginan nyata untuk bekerja sama dan berbagi tanggung jawab secara aktual dalam bekerja dan bermain. Murid perlu diberi kesempatan yang luas untuk melakukan kegiatan secara demokratis mengganggu tanggung jawab guru dalam mengarahkan dan mengawasi mereka. Dalam batas-batas tertentu, pembentukan karakter akan lebih produktif jika murid melakukan latihan pengarahan diri sendiri, bahkan dengan risiko melakukan kesalahan, daripada bergantung pada kontrol yang bersifat otokratis. Berdasarkan pengalaman, kepala sekolah dan guru harus menemukan sendiri dan mempelajari keseimbangan terbaik antara kontrol guru dan pengarahan diri sendiri yang dilakukan murid. Meskipun tugas guru adalah untuk memimpin dan menginspirasi, dan bila diperlukan untuk perintah, murid harus diberikan porsi yang proporsional untuk mengembangkan dirinya sendiri dalam lingkungan sekolah yang baik. Dengan cara ini penilaian, inisiatif dan kepemimpinan dan dikembangkan oleh murid.

Metode Pendidikan Karakter

Terlepas dari pentingnya pendidikan karakter dan jumlah studi yang telah dikhususkan untuk itu, hanya ada beberapa metode terbaik untuk digunakan.Secara umum ada dua mode pendekatan:
1.       Dengan dimulai dengan memberi pemahaman sikap, keutamaan dan kebajikan yang baik dan benar dan sifat yang perlu dikembangkan kemudian masuk ke penerapannya. (Teori ke Praktek)
2.       Dengan dimulai dari penerapan dengan pengaturan bahwa sifat itu seharusnya muncul kemudian diberi pemahaman sikap, keutamaan dan kebajikan yang baik dan benar. (Praktek ke Teori)

Dua metode ini saling terkait erat dan guru yang bijaksana mungkin akan menggunakan kombinasi dari mereka. Dari manapun titik awalnya, terdapat dua hal penting: (1) bahwa instruksi berhubungan secara langsung ke tindakan murid ', dan (2) pembentukan karakter  melibatkan kesadaran umum prinsip dan cita-cita.
Kelemahan dari metode pertama adalah bahwa hal itu akan menjadi tidak berarti karena berhubungan dengan pengalaman anak. Metode ini cocok untuk "berkhotbah" daripada aksi dan dapat dengan mudah berubah menjadi serangkaian pelajaran formal. Ini, jika diibaratkan, adalah rumus lisan yang penerapannya samar-samar dipahami. 
Metode kedua memiliki keuntungan tertentu. Metode ini memastikan pemahaman yang jelas dan praktis dari kasus aktual dan cocok untuk tindakan langsung. Kelemahan metode ini terletak pada meninggalkan contoh-contoh tertentu dalam isolasi, dengan akibat bahwa mereka tidak pernah dikonsolidasikan ke dalam skema nilai-nilai dalam pikiran murid. Tindakan akan meningkatkan kecerdasan jika pengalaman turut serta dalam proses memahami suatu tindakan. Pendekatan yang bersifat insidental tergantung pada kemungkinan terjadinya situasi yang membutuhkan penanganan tertentu. Hanya dengan memperkenalkan kasus imajiner guru dapat memberikan pelbagai contoh yang cocok untuk membangun sebuah konsepsi umum. Jika hal ini dilakukan tanpa mengaburkan realita yang ada, maka metode ini mungkin akan berhasil.
Pada semua kejadian sebagian besar pelatihan karakter akan terjadi secara kebetulan sebagai reaksi dari masalah yang timbul sehubungan dengan kehidupan dan pekerjaan sekolah.  Prinsip-prinsip berikut dapat membimbing guru dalam perencanaan dan melaksanakan pendidikan karakter:
1.       Perlu disadari pentingnya pelatihan moral dan mengupayakan kesadaran alami untuk mencapainya. Sebuah rencana yang pasti dan konsisten sangatlah penting.
2.       Sehubungan dengan rencana ini guru harus memiliki standar perilaku yang diharapkan sesuai dengan usia murid. Penyimpangan dari standar ini tidak boleh diizinkan tanpa alasan yang baik.
3.       Konsistensi dalam menentukan manakah perilaku yang baik dan yang buruk merupakan cara yang paling efektif untuk mencapai hasil yang diinginkan. Penentuan ini adalah penilaian kelompok yang ideal untuk pengembangan karakter. Disiplin menjadi perlu hanya ketika penentuan sosial menjadi cara yang tidak efektif tetapi tetap terus menekankan pada pendisiplinan baik daripada yang buruk.
4.       Harus ada banyak kesempatan untuk mendiskusikan masalah demi memperjelas situasi dan demi mengembangkan pemahaman tentang manakah prinsip-prinsip yang benar dan yang salah. Penanganan terhadap murid harus memperhatikan penalaran murid ketika mereka melakukan suatu tindakan dan murid diberi kesempatan untuk membuat keputusan sendiri terkait permasalahan yang dihadapi murid. Yang menjadi tujuan adalah memberi tindakan kepada murid berdasarkan alasan yang masuk akal daripada otoritas.
5.       Kegiatan harus dilakukan dengan dasar pembiasaan perilaku yang baik dan membuat murid merasa puas ketika melakukannya. Ekspresi diri harus didorong dan inisiatif murid dimanfaatkan sebaik-baiknya. Pendidikan karakter tidak lebih dari sebuah proses pasif. Fungsi guru adalah untuk bertindak sebagai panduan dalam kegiatan ini. Penekanan utama harus terletak pada pembiasaan melakukan bukannya baik.
6.       Keberhasilan dan pencapaian harus menjadi kunci utama dari semua kegiatan murid. Guru harus menumbuhkan perasaan sukses dalam muridnya.Setiap murid dapat dan harus berhasil dalam usahanya ketika mereka diberi kepercayaan dalam mengemban suatu tugas dan tugas itu dilakukan dengan kesadaran diri dan secara menyeluruh.
7.       Perlu disadari agar murid mengakui kesuksesan dan kemajuan mereka sendiri dalam pengembangan karakter yang disetujui. 
8.       Metode terbaik untuk mengembangkan tanggung jawab pada anak-anak adalah memberikan mereka tanggung jawab. Singkatnya, kualitas moral tumbuh dengan praktek.
9.       Guru dan administrator harus menghormati individualitas murid, dan menghormati dengan rasa hormat yang sama dan perhatian yang sama seperti yang diharapkan.
10.   Guru harus menggunakan semua potensi yang ada untuk memberi pendidikan karakter.Setiap bentuk pelatihan moral dilakukan secara serius dan tulus. Hanya dengan pengalaman, guru akan menemukan metode yang paling sesuai dengan kepribadian dan pandangannya. Pada analisis akhir, pengembangan karakter adalah hal yang sangat pribadi.

Dari pelbagai pembahasan di atas, maka dapat dicatat beberapa pembiasaan yang bermanfaat untuk pembentukan karakter murid. Pembiasaan ini tidak hanya difokuskan dari guru ke murid tapi juga antar murid. Dalam kaitannya dengan Pendidikan karakter bangsa, pembelajaran karakter ini dapat dilakukan dengan pembiasaan nilai moral luhur kepada murid dan membiasakan mereka dengan kebiasaan (habit) yang sesuai dengan karakter kebangsaan.
Berikut adalah 18 Indikator Pendidikan Karakter bangsa sebagai bahan untuk menerapkan pendidikan karakter bangsa dan untuk mengukur keberhasilan pembelajaran karakter dalam proses belajar mengajar di kelas dan di sekolah:

1. Religius: Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama  yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
INDIKATOR SEKOLAH
A.      Merayakan hari-hari besar keagamaan.
B.      Memiliki fasilitas yang dapat digunakan untuk beribadah.
C.      Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah.
INDIKATOR KELAS
A.      Berdoa sebelum dan sesudah pelajaran.
B.      Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah.

2. Jujur: Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
INDIKATOR SEKOLAH
A.      Menyediakan fasilitas tempat temuan barang hilang. 
B.      Tranparansi laporan keuangan dan penilaian sekolah secara berkala.
C.      Menyediakan kantin kejujuran.
D.      Menyediakan kotak saran dan pengaduan.
E.       Larangan membawa fasilitas komunikasi pada saat ulangan atau ujian.
INDIKATOR KELAS
A.      Menyediakan fasilitas tempat temuan barang hilang.  
B.      Tempat pengumuman barang temuan atau hilang.
C.      Tranparansi laporan keuangan dan penilaian kelas secara berkala.
D.      Larangan menyontek.

3. Toleransi: Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,
etnis,pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
INDIKATOR SEKOLAH
A.      Menghargai dan memberikan perlakuan yang sama terhadap seluruh warga sekolah tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, status ekonomi, dan kemampuan khas.
B.      Memberikan perlakuan yang sama terhadap stakeholder tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, dan  status ekonomi.
INDIKATOR KELAS
A.          Memberikan pelayanan yang sama terhadap seluruh warga kelas tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, dan status ekonomi.
B.          Memberikan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus. 
C.          Bekerja dalam kelompok yang berbeda.

4. Disiplin: Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada pelbagai ketentuan dan peraturan.
INDIKATOR SEKOLAH
A.      Memiliki catatan kehadiran. 
B.      Memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang disiplin.
C.      Memiliki tata tertib sekolah.
D.      Membiasakan warga sekolah untuk berdisiplin.
E.       Menegakkan aturan dengan memberikan sanksi secara adil bagi pelanggar tata tertib sekolah.
F.       Menyediakan peralatan praktik sesuai program studi keahlian (SMK).
INDIKATOR KELAS
A.      Membiasakan hadir tepat waktu.
B.      Membiasakan mematuhi aturan.
C.      Menggunakan pakaian praktik sesuai dengan program studi keahliannya (SMK).
D.      Penyimpanan dan pengeluaran alat dan bahan (sesuai program studi keahlian) (SMK).

5. Kerja Keras: Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi pelbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 
INDIKATOR SEKOLAH
A.      Menciptakan suasana kompetisi yang sehat.
B.      Menciptakan suasana sekolah yang menantang dan memacu untuk bekerja keras.
C.      Memiliki pajangan tentang slogan atau motto tentang kerja.
INDIKATOR KELAS
A.      Menciptakan suasana kompetisi yang sehat. 
B.      Menciptakan kondisi etos kerja, pantang menyerah, dan daya tahan belajar.
C.      Mencipatakan suasana belajar yang memacu daya tahan kerja.
D.      Memiliki pajangan tentang slogan atau motto tentang giat bekerja dan belajar.

6. Kreatif: Berpikir dan melakukan sesuatu untuk  menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
INDIKATOR SEKOLAH
A.      Menciptakan situasi yang  menumbuhkan daya  berpikir dan bertindak kreatif.
INDIKATOR KELAS
A.      Menciptakan situasi belajar yang bisa menumbuhkan daya pikir dan bertindak kreatif.
B.      Pemberian tugas yang menantang munculnya karya-karya baru baik yang autentik maupun modifikasi.

7. Mandiri: Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
INDIKATOR SEKOLAH
Menciptakan situasi sekolah yang membangun kemandirian peserta didik.
INDIKATOR KELAS
Menciptakan suasana kelas yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja mandiri.

8. Demokratis: Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama  hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
INDIKATOR SEKOLAH
A.      Melibatkan warga sekolah dalam setiap pengambilan keputusan. 
B.      Menciptakan suasana  sekolah yang menerima perbedaan.
C.      Pemilihan kepengurusan OSIS secara terbuka.
INDIKATOR KELAS
A.      Mengambil keputusan kelas secara bersama melalui musyawarah dan mufakat.
B.      Pemilihan kepengurusan kelas secara terbuka.
C.      Seluruh produk kebijakan  melalui musyawarah dan mufakat.
D.      Mengimplementasikan model-model pembelajaran yang dialogis dan interaktif.

9. Rasa Ingin Tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.
INDIKATOR SEKOLAH
A.      Menyediakan media komunikasi atau informasi (media cetak atau media
elektronik) untuk berekspresi bagi warga sekolah. 
B.      Memfasilitasi warga sekolah untuk bereksplorasi dalam pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya.
INDIKATOR KELAS
A.      Menciptakan suasana kelas yang mengundang rasa ingin tahu.
B.      Eksplorasi lingkungan secara terprogram.
C.      Tersedia media komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik).  

10. Semangat Kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
INDIKATOR SEKOLAH
A.      Melakukan upacara rutin sekolah.
B.      Melakukan upacara hari-hari besar nasional.
C.      Menyelenggarakan peringatan hari kepahlawanan nasional.
D.      Memiliki program melakukan kunjungan ke tempat bersejarah. 
E.       Mengikuti lomba pada hari besar nasional.
INDIKATOR KELAS
A.      Bekerja sama dengan teman sekelas yang berbeda suku, etnis, status sosial-ekonomi.
B.      Mendiskusikan hari-hari besar nasional.

11. Cinta Tanah Air: Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan  yang tinggi terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
INDIKATOR SEKOLAH
A.      Menggunakan produk buatan dalam negeri.
B.      Menyediakan informasi  (dari sumber cetak, elektronik) tentang kekayaan alam dan budaya Indonesia.
C.      Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
INDIKATOR KELAS
A.         Memajangkan foto presiden dan wakil presiden, bendera negara, lambang negara, peta Indonesia, gambar kehidupan masyarakat Indonesia
B.         Menggunakan produk buatan dalam negeri.

12. Menghargai Prestasi: Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,  mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.
INDIKATOR SEKOLAH
A.      Memberikan penghargaan atas hasil prestasi kepada warga sekolah.
B.      Memajang tanda-tanda penghargaan prestasi.
INDIKATOR KELAS
A.      Memberikan penghargaan atas hasil karya peserta didik.
B.      Memajang tanda-tanda penghargaan prestasi.
C.      Menciptakan suasana pembelajaran untuk memotivasi peserta didik berprestasi.

13. Bersahabat/ Komuniktif: Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
INDIKATOR SEKOLAH
A.      Suasana sekolah yang memudahkan terjadinya interaksi antarwarga sekolah. 
B.      Berkomunikasi dengan bahasa yang santun.
C.      Saling menghargai dan menjaga kehormatan. 
D.      Pergaulan dengan cinta kasih dan rela berkorban. 
INDIKATOR KELAS
A.      Pengaturan kelas yang memudahkan terjadinya interaksi peserta didik.
B.      Pembelajaran yang dialogis.
C.      Guru mendengarkan keluhan-keluhan peserta didik.
D.      Dalam berkomunikasi, guru tidak menjaga jarak dengan peserta didik.

14. Cinta Damai: Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya 
INDIKATOR SEKOLAH
A.      Menciptakan suasana sekolah dan bekerja yang nyaman, tenteram, dan harmonis.
B.      Membiasakan perilaku warga sekolah yang anti kekerasan.
C.      Membiasakan perilaku warga sekolah yang tidak bias gender. 
D.      Perilaku seluruh warga sekolah yang penuh kasih sayang.
INDIKATOR KELAS
A.      Menciptakan suasana kelas yang damai.
B.      Membiasakan perilaku warga sekolah yang anti kekerasan.
C.      Pembelajaran yang tidak bias gender. 
D.      Kekerabatan di kelas yang penuh kasih sayang.

15.  Gemar Membaca: Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca pelbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
INDIKATOR SEKOLAH
A.      Program wajib baca.
B.      Frekuensi kunjungan perpustakaan.
C.      Menyediakan fasilitas dan suasana menyenangkan untuk membaca.
INDIKATOR KELAS
A.      Daftar buku atau tulisan yang dibaca peserta didik. 
B.      Frekuensi kunjungan perpustakaan.
C.      Saling tukar bacaan.
D.      Pembelajaran yang memotivasi anak menggunakan referensi.

16. Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
INDIKATOR SEKOLAH
A.      Pembiasaan memelihara kebersihan dan kelestarian lingkungan sekolah.
B.      Tersedia tempat pembuangan sampah dan tempat cuci tangan.
C.      Menyediakan kamar mandi dan air bersih.
D.      Pembiasaan hemat energi.
E.       Membuat biopori di area sekolah.
F.       Membangun saluran pembuangan air limbah dengan baik.
G.     Melakukan pembiasaan memisahkan jenis sampah organik dan anorganik.
H.      Penugasan pembuatan kompos dari sampah organik.
I.        Penanganan limbah hasil praktik (SMK).
J.        Menyediakan peralatan kebersihan. 
K.      Membuat tandon penyimpanan air.
L.       Memrogramkan cinta bersih lingkungan.
INDIKATOR KELAS
A.      Memelihara lingkungan kelas.
B.      Tersedia tempat pembuangan sampah di dalam kelas.
C.      Pembiasaan hemat energi.
D.      Memasang stiker perintah mematikan lampu dan menutup kran air pada setiap ruangan apabila selesai digunakan (SMK).

17. Peduli Sosial: Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 
INDIKATOR SEKOLAH
A.      Memfasilitasi kegiatan bersifat sosial.
B.      Melakukan aksi sosial.
C.      Menyediakan fasilitas untuk menyumbang.
INDIKATOR KELAS
A.      Berempati kepada sesama teman kelas.
B.      Melakukan aksi sosial.
C.      Membangun kerukunan warga kelas.

18. Tanggung jawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
INDIKATOR SEKOLAH
A.      Membuat laporan setiap kegiatan  yang dilakukan dalam bentuk lisan maupun tertulis.
B.      Melakukan tugas tanpa disuruh.
C.      Menunjukkan prakarsa untuk mengatasi masalah dalam lingkup terdekat.
D.      Menghindarkan kecurangan dalam pelaksanaan tugas.
INDIKATOR KELAS
A.      Pelaksanaan tugas piket secara teratur.
B.      Peran serta aktif dalam kegiatan sekolah.
C.      Mengajukan usul pemecahan masalah. 

KESIMPULAN
Pembelajaran karakter merupakan hal yang perlu dalam kehidupan manusia demi terbentuknya kulaitas manusia yang berguna dan sesuai dengan harapan yang dikehendaki oleh agama, masyarakat dan negara. Pembelajaran karakter di Indonesia telah mendapat perhatian khusus dari pemerintah dengan menerapkannya pada mata pelajaran yang diterima murid dan dengan mengampanyekannya kepada tiap sekolah untuk memberikan pendidikan karakter, khususnya pendidikan karakter bangsa.
Pembelajaran karakter yang dilakukan dengan cara pembiasaan karakter akan memberi kesempatan kepada para pembelajar tidak hanya bagaimana memahami karakter secara teoritis tetapi juga bagaimana secara praktek pembelajar dapat meniru dan mencontoh karakter yang baik dan benar sehingga dapat menerapkannya sesuai dengan kepribadian masing-masing pembelajar.
Dalam tatanan sekolah, murid adalah target pembelajaran karakter dan dengan model pembiasaan, maka murid diharapkan melakukan pembiasaan karakter yang baik dan benar. Pembiasaan karakter pada murid sangat tergantung pada faktor-faktor yang ada pada sekolah dan terutama pada guru sebagai faktor yang berhubungan secara langsung dalam proses belajar mengajar dengan murid.
Pada akhirnya, pembentukan karakter, khususnya karakter bangsa, akan tumbuh, berkembang dan menyatu dalam kehidupan tiap murid ketika pihak sekolah, rumah dan masyarakat bekerjasama dalam menentukan dan membiasakan standar moral yang mengarah pada pembentukan karakter yang baik dan benar.         

Bibliografi
Brewer, John M., and Glidden, Charles H.: Newspaper Stories for Group Guidance (New York: Inor Publishing Co., 1935).
Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025, dalam Puskurbuk, Januari 2011
Cabot, E. L., and Eyles, E.: Stories for Character Training (Harrap, 1919).
Hartshorne, Hugh: Character in Human Relations (Charles Scribner’s Sons, 1935).
Heaton, Kenneth L.: The Character Emphasis in Education (University of Chicago Press, 1933).
Jones, Vernon: What Would You Have Done? and Teachers’ Manual (Ginn, 1931).
Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum. 2010. Pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta.
McKown, Harry C.: Character Education (McGraw – Hill Book Co., 1935).
National Education Association, Department of Superintendence, Tenth Yearbook: Character Education, 1932.
National Education Association, Department of Classroom Teachers, Seventh Yearbook: The Classroom Teacher and Character Education, 1932.
National Education Association, Research Bulletin: Education for Character, Part I., The Social and Psychological Background, Vol. XII., No. 2, March, 1934; Part II., Improving the School Program, Vol. XII., No. 3, May, 1934.
Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter Bangsa: Puskurbuk, Januari 2011
Powers, Francis F.: Character Training (A. S. Barnes, 1932).
Raka, Gede (2006).Guru Tranformasional Dalam Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa, Makalah, Orasi Dosen Berpretasi Tingkat Poltekes dan Tingkat Nasional, Jakarta: 10 Nopember 2006.
----------- (2006), Pendidikan Untuk Kehidupan Bermakna. Makalah, Orasi Ilmiah pada Hari Wisuda Universitas Kristen Maranatha Bandung, 25 Maret 2006
--------- (2007), Pendidikan Membangun Karakter, Makalah, Orasi Perguruan Taman Siswa, Bandung 10 Februari 2007
Republik Indonesia (2003) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdiknas

Winataputra, Udin. S. (2010). Implementasi Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Karakter.
Tersedia daring di http://kisyani.files.wordpress.com/2010/07/makalah-1.pdf. diakses: 31 Desember 2011

1 komentar:

  1. wow,,, keren bgt artikelnya,,, udah bnyk artikel yg gw baca ttg pendidikan karakter,, baru ini yang ngena,, mksihh yahh info ttg ni,, :)

    BalasHapus