Dilandasi
rasa keprihatinan yang mendalam atas situasi bangsa belakangan ini yang
menunjukkan kemunduran moral, kemerosotan akhlak, dan degradasi atau penurunan
nilai-nilai budi pekerti, maka kami memberanikan diri mengajukan proposal ke
Depdikbud, khususnya ke Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P2TK) Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia yang juga memiliki program serupa. Alhamdulillah, proposal kami disetujui
dan mendapat block grant (bantuan
langsung).
Keprihatinan kami itu khususnya
tetuju pada generasi muda yang nota bene
adalah yang akan memimpin bangsa ini di masa depan. Sejak era reformasi yang
berhasil menggulingkan orde baru, tampak kemerosotan akhlak terus ditunjukkan
oleh kaum generasi muda. Awalnya, mungkin karena adanya euphoria atas keberhasilan menumbangkan orde baru yang dinilai
sangat arogan dan berkuasa penuh di segala sendi kehidupan bangsa. Seperti
merasa sudah terbebas dari belenggu ‘penjajah’, masyarakat bertindak seakan
tidak ada lagi hukum dan nilai-nilai yang selama ini dijunjung tinggi.
Beberapa perilaku ‘buruk’ yang
ditunjukkan generasi muda itu antara lain:
1.
Berbicara secara lantang dan dengan jari
yang dituding-tudingkan kepada orang yang diajak bicara, padahal orang yang
diajak bicara itu adalah pejabat/ pemimpin, dan dengan usia yang jauh lebih
senior dari mereka;
2.
Tidak mengindahkan rambu-rambu,
marka-marka, atau aturan-aturan yang diberlakukan di jalan raya. Mereka
memberhentikan kendaraan seenaknya, saling kebut, saling salib, dan sebagainya;
3.
Mempertontonkan tindakan anarkis (tidak
menggunakan jalur hukum) kepada orang atau bangunan yang ia atau mereka tidak
sukai, seperti melakukan pemukulan bahkan hingga pembunuhan, atau merusak
fasilitas umum, seperti sekolah, taman, pagar, dan sebagainya;
4.
Memperlihatkan toleransi yang
negatif kepada teman atau kelompok,
sehingga memicu perkelahian masal, tawuran, membela membabi-buta, bentrokan
kepada kelompok lain, termasuk kepada aparat penegak hukum, dan antar-kampung;
5.
Mudah dipengaruhi hal-hal negatif,
seperti mengonsumsi barang-barang terlarang, seperti minuman keras, narkoba,
atau menonton film-film atau gambar-gambar porno, berjudi, dan sebagainya;
6.
Tidak lagi mempertimbangkan nilai-nilai
kebenaran yang hakiki, akibatnya orang yang jujur bisa diusir dari kampungnya
oleh orang-orang yang merasa dirugikan atas kejujuran orang itu, seperti kasus
diusirnya keluarga murid yang pandai karena si murid itu tidak memberi contekan
kepada rekan-rekannya pada saat ujian nasional;
7.
Berlomba-lomba mencari kekayaan dengan
jalan haram. Karena ‘iming-iming’ kemewahan kehidupan ini, maka banyak pejabat
yang berani menutup mata hatinya untuk berlaku korup karena ia dan keluarganya
ingin hidup dengan mewah (berlebih-lebihan);
8.
Berperilaku jorok, baik terhadap orang
lain maupun lingkungannya. Dapat kita saksikan dalam keseharian kita, di mana
banyak sampah berserakan di mana-mana, omongan kotor (sumpah-serapah) mudah
terlontar;
9.
Dengan kemajuan teknologi namun tidak
diimbangi penguatan daya filter diri, maka banyak mereka (kaum muda) yang
terjebak dalam kehidupan seks bebas, melihat atau bahkan membuat video atau
foto porno, melakukan pemerkosaan, dan sebagainya.
Sudah barang tentu, jika hal-hal buruk
seperti di atas terus dibiarkan, maka akan jadi apa bangsa ini ke depan ?,
tentu akan menjadi bangsa yang lemah, bangsa yang mudah diiming-imingi
kemewahan, yang pada akhirnya akan menjadi bangsa yang terjajah kembali.
Karenanya, harus ada upaya dari orang-orang yang memiliki kepedulian.
Untuk mengurai masalah dan membenahi
bangsa ini, tidak dapat dilakukan secara serial, melainkan harus secara gradual
dari berbagai sendi kehidupan. Seburuk apapun orang, seburuk apapun masyarakat,
sebetulnya ia atau mereka memiliki hati nurani yang telah Tuhan titipkan kepada
mereka. Hati nurani itu berbicara mengenai kebenaran dan nilai-nilai budi
pekerti yang luhur. Namun demikian, mereka harus dipicu untuk menampilkan hati
nurani itu ke permukaan perilakunya.
Salah satu pemicu itu adalah keteladanan
para pemimpin, mulai dari pemimpin di lingkungan rumahnya hingga ke pemimpin
bangsa ini. Intinya mereka akan memilih pemimpin yang baik menurut mereka, itu
bisa disaksikan ketika mereka memilih di pemilihan umum untuk berbagai
tingkatan. Namun, jika mereka kecewa dengan pemimpin pilihannya (mungkin karena
perilaku atau kerjanya tidak sesuai dengan yang mereka harapkan), maka hati
nurani mereka kembali terkubur dalam-dalam.
Pemicu lainnya adalah bila ia atau
mereka merasa terlindungi atau terayomi dari para pemimpin. Perlindungan itu
bisa dalam arti keamanan, kesehatan, dan kebutuhan hidup lainnya, seperti
pendidikan bagi anak-anaknya. Bila sampai makanan pokok saja tidak sanggup ia
beli, maka hati nuraninya kembali disingkirkannya untuk memenuhi kebutuhan itu.
Padahal, negara ini dikenal sebagai
negara yang amat kaya, baik kaya akan sumber daya alamnya, maupun sumber daya
manusianya, tetapi bila salah urus, maka kekayaan itu tidak akan ada artinya.
Kekayaan alamnya malah dikeruk oleh negara asing, kekayaan sumber daya
manusianya malah menjadi kuli orang asing.
Padahal negara ini dikenal sebagai
negara yang agamis, namun pada kenyataannya, agama hanya sekadar dijadikan
simbol bahkan tameng, berapa banyak
orang yang beragama malah tindakannya tidak mencerminkan ajaran agama itu
sendiri. Tidak kurang media masa menyiarkan dakwah-dakwah agama di setiap saat,
namun aplikasinya, masih jauh dari yang diharapkan.
Untuk itulah, untuk membenahi kehidupan
berbangsa, khususnya dari sisi moral, akhlak, dan nilai-nilai luhur bangsa,
kami mengadakan kegiatan ini. Ada yang harus diselamatkan dari keadaan bangsa
seperti sekarang ini, yaitu para generasi muda, khususnya yang masih anak-anak.
Pada umumya, anak-anak lebih patuh dan lebih
menurut kepada gurunya dari pada kepada orang-tuanya. Hal itu bisa dimengerti
karena mereka sudah jarang melihat orang-tuanya yang keduanya sibuk bekerja di
luar rumah, dan anak-anak selalu melihat guru dalam posisi (keadaan) mengajari,
membimbing, memperhatikan, dan berperilaku baik, tidak seperti yang mereka rasakan
dari kedua orang-tuanya yang terkadang dalam posisi lelah, tidak mau diganggu,
tidak ingin ditemani, dan lebih-lebih dalam keadaan stres atau sedang dalam
tekanan berat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar