PENDIDIKAN
KARAKTER BANGSA, SUATU KEHARUSAN
Drs. Susilo Syahlan, MSi
PENDAHULUAN
Pendidikan Karakter Bangsa (PKB) bukan mata pelajaran dan bukan
hafalan. PKB adalah perilaku baik sehari-hari yang merupakan penjelmaan dari
moralitas yang tinggi yang ada di dalam dirinya. Beberapa ahli sepakat bahwa
seorang anak terlahir dalam kondisi (batin) yang putih bersih, adapun yang
‘memberi warna’ di hatinya adalah orang-orang terdekat dan lingkungannya.
Pertanyaannya: “Jika pada saat ini, banyak orang yang bersikap anarkis, brutal,
sadis, dan sifat-sifat buruk lainnya, apakah kesalahan itu ada di orang-orang
terdekat dan lingkungannya ?.”
Jawabannya
bisa “Ya” dan bisa “Tidak,” namun bisa mengarah ke jawaban “Ya.” Jadi, bagi
yang menjawab “Ya” maka terjadinya kasus korupsi, kasus pengeboman, kasus
tawuran, kasus pembunuhan, dan hal-hal negatif lainnya yang marak saat ini
adalah kesalahan dari orang-orang yang dulu mendidiknya, namun tidak mengarah
ke satu orang, melainkan secara kolektif, termasuk masyarakat di sekelilingnya.
PKB, TUGAS SIAPA
?
Jika dirunut dari ‘silsilahnya’, maka pendidikan anak adalah
tanggung-jawab orang-tuanya. Namun, sebagian pendidikan untuk anaknya itu
dialihkan ke sekolah, sehingga tanggung-jawab itu sebagian dipikul oleh
sekolah, dalam hal ini guru-guru mereka. Si anak, tidak hidup hanya di rumah
dan di sekolah, ia juga bersosialisasi ke lingkungannya, maka sebagian
tanggung-jawab itu juga dipikul oleh orang-orang yang berada di lingkungannya
hingga ke level tertinggi, yaitu negara.
Jadi pendek kata, setiap diri
kita memiliki tanggung-jawab mendidik ‘orang lain’ sesuai dengan kapasitas dan
kemampuan masing-masing. Sikap masa bodoh dan egois (tidak mau tahu) menjadi
‘musuh’ utama PKB. Dapat kita saksikan perilaku berlalu-lintas yang semrawut
seperti tanpa aturan, perilaku membuang sampah di sembarang tempat, perilaku tabrak
lari, perilaku tidak mau menolong orang yang tertabrak kendaraan, dan lain
sebagainya mencerminkan sikap masa bodoh dan tidak mau tahu.
KAPAN DAN
BAGAIMANA CARANYA MENGINTERNALISASIKAN PKB ?
Kita mengaku sebagai bangsa yang agamis, yang religius, namun kenyataan
di lapangan sangat bertolak-belakang. Agama mengajarkan kepada kita tentang
bagaimana seharusnya kita lebih mementingkan kepentingan orang lain (yang lebih
banyak), namun kenyataannya, banyak orang yang lebih mementingkan diri sendiri,
kelompok, atau golongannya. Jika pimpinan bangsa memilik sifat seperti ini,
maka rakyat akan semakin menderita karena ‘kue pembangunan’ sudah habis dibagi
ke kelompok mereka sendiri.
PKB harus
diajarkan, dicontohkan, dan diperhatikan sejak anak usia dini, karenanya muatan
PKB sangat cocok dijadikan muatan utama pada pendidikan anak usia dini (PAUD),
dan terus berlanjut ke jenjang pendidikan berikut-berikutnya (long life education) sesuai dengan
perkembangan usianya. Internalisasi PKB ke dalam diri seseorang (khususnya
anak/ peserta didik) dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
1.
Pemberian
contoh/ teladan dari orang-tua/ guru/ tokoh/ anggota masyarakat lain;
2.
Memasukkan
unsur-unsur PKK ke dalam mata pelajaran;
3.
Memasukkan
unsur-unsur PKB dalam penilaian mata pelajaran;
4.
Melalui forum
diskusi, ceramah, seminar, dan sejenisnya;
5.
Dimasukkan ke
dalam produk hukum/ perundang-undangan;
6.
Pemberian
motivasi (seperti penghargaan) dari pihak-pihak yang berada di atasnya (seperti
pimpinan perusahaan, menteri, presiden, dan sebagainya);
7.
Pemberian
sanksi yang tegas dan konsisten bagi para pelanggar hukum (norma);
8.
Proses
pembiasaan diri (lingkungan) sehingga tercipta budaya yang bermuatan PKB;
9.
Cara lain
yang disesuaikan dengan kondisi sekitarnya.
APA ANCAMAN
BANGSA JIKA TIDAK MENERAPKAN PKB ?
Banyak potensi bangsa yang merupakan ancaman terhadap bangsa,
seperti ancaman disintegrasi NKRI. Ancaman ini sudah mulai menguak, seperti
munculnya gerakan-gerakan separatis, khususnya di propinsi Papua. Gerakan ini
muncul karena dianggap pemerintah pusat tidak adil dalam ‘pembagian kue
pembangunan’ kepada daerah yang justru memiliki potensi menghasilkan pendapatan
negara.
Ancaman lain
dalam bentuk ekonomi, di mana bangsa kita sudah mulai ‘terjajah’ dan memiliki
utang yang semakin melambung. Hal ini terutama disebabkan banyak elemen bangsa
kita yang bersifat konsumtif (termasuk gengsi buatan luar negeri dan meremehkan
produk nasional.) Bisa kita saksikan.
produk-produk impor terus membanjiri pasar nasional, menggusur produk-produk
lokal, mulai dari produk digital sampai buah-buahan.
Ancaman
selanjutnya adalah meningkatnya jumlah orang miskin. Dengan meningkatnya jumlah
orang miskin, maka krisis sosial akan mudah terjadi yang bisa berakibat bencana
sosial seperti kerusuhan masal, penjarahan masal, peningkatan kejahatan
kriminal, menyebarnya penyakit, dan banyak lagi. Kemiskinan bisa terjadi karena
kurangnya kepekaan sosial dari masyarakat kita terhadap lingkungannya,
sampai-sampai ada tetangga yang meninggal karena kelaparan, tidak diketahui
oleh lingkungannya yang relatif kaya.
BAGAIMANA
MENERAPKAN PKB DALAM MATA PELAJARAN ?
Sebelum ini,
dikenal istilah softskill yaitu
pelajaran mengenai berperilaku yang ditempel di mata pelajaran. Misalkan, di
pelajaran itu dimasukkan unsur diskusi, maka si guru dapat bertindak sebagai
moderator atau motivator untuk menghidupkan diskusi tersebut. Di luar itu, si
guru apat menilai siswanya satu per satu melalui pengamatannya, misalkan (1)
bagaimana sikap seseorang menerima kritik/ sanggahan, (2) bagaimana seseorang
mampu memberi pendapat, (3) bagaimana sesorang dapat bekerja sama dengan
teman-temannya, (3) bagaimana sikapnya ketika memberi presentasi, dan
sebagainya. Jadi, nilai yang diberikan seorang guru itu bukan semata dari sisi
kemampuan intelektualnya, namun juga memasukkan unsur softskill-nya.
Tidak jauh berbeda dengan itu,
PKB merupakan ‘perluasan’ dari softskill
itu, dan mengarah pada karakter bangsa yang luhur. Dengan demikian, ada
tuntutan penyampaian mata pelajaran
tidak hanya satu arah (guru ke murid) melainkan harus dua arah (ada juga
dari murid ke guru). Dari sana seorang guru dapat mengamati kemampuan si anak,
bukan hanya IQ melainkan unsur-unsur PKB-nya. Selain itu muatan PKB yang cocok
dimasukkan ke dalam materi mata pelajaran harus dipilih dan diberi pembobotan
(ranking), misalkan untuk pelajaran “Pendidikan Jasmani atau Olah Raga” maka
unsur-unsur PKB yang penting adalah: 1). Kedisiplinan (dalam waktu dan
penggunaan alat), 2). Jujur atau sportif, 3). Bekerja keras (untuk mencapai
prestasi tertentu), dan 3). Menghargai prestasi.
PELUANG
KEBERHASILAN PADA SEKOLAH YANG MENERAPKAN PKB
Banyak peluang keberhasilan pada sekolah yang menerapkan PKB meski
belum seluruh unsur PKB masuk di dalamnya. Jadi, perlu dilakukan ‘introspeksi
diri’ bagi sekolah tentang kekuatan-kelemahan-ancaman (tantangan)-dan peluang
dari sekolahnya. Ada sekolah yang mayoritas siswanya anak dari pemulung kini
menjadi sekolah unggulan karena unsur PKB seperti kerja keras, peduli
lingkungan, peduli sosial, jujur, mandiri dan kreatif diterapkan di sekolahnya.
Mereka
(sekolah itu) melakukan wira usaha dengan kekuatannya yaitu setiap hari siswa
wajib menabung sampah (yang bernilai ekonomi), kemudian gurunya mengelola dan
menjual sampah itu (yang berbentuk an organik) kepada pengepul, atau
bersama-sama mengolah sampah organik menjadi pupuk, dan hasilnya digunakan
untuk membangun (memperindah) sekolah dan lingkungannya. Dengan penerapan itu,
maka sekolah dan lingkungan mereka menjadi jauh lebih bersih dan lebih sehat
dari sebelumnya, fasilitas sekolah menjadi lebih lengkap dan dapat
dimanfaat-kan oleh orang-orang di sekitarnya.
Memang pada
dasarnya, sekolah yang menerapkan PKB akan menjadi sekolah favorit bagi orang
tua untuk menitipkan anak-anaknya dididik di sana. Banyak orang tua
berpendapat, segala jerih payahnya bekerja, semua dilakukan untuk masa depan
anak-anaknya agar mereka bisa lebih baik dari dirinya. Salah satu hal utama
yang diprioritaskan orang tua adalah pendidikan bagi anak-anaknya, mereka tentu
akan mencari yang terbaik. Informasi suatu sekolah itu baik atau tidak, umumnya
diperoleh dari mulut ke mulut.
KESIMPULAN
Tantangan
anak-anak kita di masa depan akan berbeda dengan tantangan kita saat ini. Jika
kita perhatikan, dan rasakan ‘hantaman-hantaman’ terhadap sisi moral kita saat
ini saja sudah demikian hebatnya, seperti maraknya narkoba, maraknya prostitusi
dan keasusilaan, maraknya kasus korupsi, maraknya kejahatan di dunia maya, dan
banyak lagi yang lainnya, menjadi kita bertanya pada diri kita sendiri
“mampukah anak-anak kita menjawab tantangan jamannya .?”
Bagi orang-orang yang
pesimistis, mereka mengajak anak-anak mereka bunuh diri saat ini. Namun, kita
juga tidak dapat sekadar berteriak “optimis” tanpa berbuat apa-apa kepada
anak-anak kita. Karenanya, mari kita bergandeng-tangan, sama sama berupaya dan
bekerja sama untuk membentengi diri anak-anak kita agar mampu menahan
‘serangan’ kebejatan moral di masa depan. Khususnya, kerja sama dan intensitas
komunikasi antara guru dan orang tua (sekolah-rumah) harus lebih ditingkatkan.
Orang tua juga diminta untuk mengetahui bakat dan minat anak-anaknya sehingga
bisa diarahkan ke hal-hal yang positif yang dapat menopang kehidupannya di masa
depan.
BAHAN DISKUSI
-
Buat kelompok
diskusi, misal setiap kelompok terdiri dari 10 orang (pengajar materi yang
berbeda-beda): 1). Tentukan unsur-unsur apa saja dalam PKB yang perlu
ditanamkan dalam materi mata pelajarannya, 2). Tentukan metode pengajarannya
agar muatan PKB bisa dinilai, 3). Jenis kecerdasan apa yang akan diperoleh
(sasaran) dari mata pelajaran tersebut, 4). Apa (kondisi seperti apa) yang
harus dipenuhi agar siswa memperoleh prestasi yang baik untuk mata pelajaran
ini (baik dari sisi intelektual maupun moralitasnya).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar