Indonesia Menulis official website | Members
Oleh: Endah Purnomosari, MPd.
Pelaksanaan pendidikan
karakter di sekolah ternyata masih bersifat abstrak. Perangkat
pembelajaran (silabus dan RPP) yang dipersiapkan sudah berkarakter, sedangkan
masalah pencapaian atau pengimplementasiannya dalam pembelajaran masih
jauh panggang dari api. Inilah bentuk nyata pendidikan karakter di sekolah. Keabstrakkannya
memberi arah yang kurang jelas atau bahkan tidak jelas kepada para guru. Apakah
para guru Indonesia sebagai insan cendekia hanya diam menyikapi fenomena
keabstrakkan pendidikan karakter ini?
Pendidikan
karakter. Siapa yang tidak mengenal paduan kata tersebut. Hampir semua orang atau elemen bangsa mengenal istilah “pendidikan karakter”.
Kini, pendidikan karakter menjadi isu utama pendidikan. Selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak
bangsa, pendidikan karakter ini pun diharapkan mampu menjadi fondasi utama dalam membentuk peradaban bangsa Indonesia
di masa depan sehingga di lingkup Kemendiknas, pendidikan karakter ini
digulirkan dari mulai pendidikan dini sampai perguruan tinggi.
Indonesia
membutuhkan sumber daya manusia yang cukup besar untuk mendukung pembangunan.
Kenyataan ini mustahil dapat dipenuhi dengan mudah tanpa upaya yang jelas.
Agaknya pendidikan merupakan sebuah kata yang tepat untuk mewujudkannya. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Pendidikan,
sekali lagi, merupakan ujung tombak perubahan. Dalam dunia pendidikan yang
terealisasi dalam pembelajaran di kelas mewajibkan terjadinya perubahan tingkah
laku peserta didik seperti yang tercermin dalam tujuan pendidikan nasional.
Secara ringkas, peserta didik harus berkarakter bangsa. Sebuah formula jitu
diperlukan agar pendidikan karakter yang diharapkan tercapai secara efektif
“tertanam” dalam diri peserta didik.
Menyikapi
itu, aneka sambutan diberikan oleh elemen masyarakat khususnya yang
berkecimpung langsung di bidang pendidikan dalam hal ini utamanya guru memang
beragam. Mulai dari yang antusias sampai yang merespons biasa-biasa saja tampak dari para guru. Hal ini pastilah
didasari oleh kekurangjelasan konsep pengembangan nilai-nilai karakter bangsa
yang bergulir yang harus diterapkan dalam pembelajaran. Setidaknya ada tiga
pendapat yang berkembang. Pertama, bahwa pendidikan karakter bangsa diberikan
berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran. Pendapat kedua, pendidikan
karakter bangsa diberikan secara terintegrasi dalam mata pelajaran PKn, pendidikan agama, dan mata pelajaran lain yang relevan. Pendapat ketiga,
pendidikan karakter bangsa terintegrasi dalam keseluruhan mata pelajaran yang
ada.
Di tengah
kesimpangsiuran pendidikan karakter bangsa yang akan diterapkan di sekolah
tersebut, sebuah kesepakatan diambil dan dilaksanakan oleh para pendidik, yakni
memasukkan kurang lebih 18 nilai karakter dalam Kompetensi Dasar (KD) yang ada
dalam setiap mata pelajaran yang sesuai dengan rumusan nilai-nilai karakter tersebut.
Nilai-nilai karakter tersebut antara lain religius, jujur, bertanggung jawab,
disiplin, kerja keras, percaya diri, mandiri, santun, demokratis, nasionalisme,
menghargai keberagaman, dan lain-lain. Wow, betapa agungnya nilai-nilai
karakter bangsa yang ingin ditanamkan kepada generasi muda sebagai ujung tombak
pembangunan. Semua guru bahkan elemen masyarakat yang lain pun setuju bahwa
pendidikan karakter bangsa teramat penting. Ayo, bersama mewujudkan nilai-nilai
karakter bangsa itu dalam dunia pendidikan secara nyata.
Sangat
ironis bahwa di lapangan, para guru lebih banyak yang menyikapi secara dingin
atau kurang maksimal pendidikan karakter bangsa. Dimulai dari penyusunan
kurikulum “unik” masing-masing sekolah yang sudah berkarakter, turun menjadi silabus
berkarakter, sampai pada RPP berkarakter, bahkan penilaian yang biasanya
dilakukan dalam setiap proses pembelajaran pun sudah dipenuhi dengan
kolom-kolom rumit dan skor-skor yang sangat rinci pendeskripsiannya untuk
menilai apakah peserta didik sudah berkarakter atau belum selama dan sesudah
pembelajaran.
Sayangnya
kondisi di atas masih bersifat abstrak. Semua dilakukan hanya sebatas memenuhi
kebutuhan administrasi para guru semata. Sekali lagi secara administratif
pendidikan yang dilakukan sudah berkarakter, wujud nyatanya belum. Hal ini
tecermin dari masih banyaknya peserta didik yang tidak jujur seperti budaya menyontek masih
tinggi, tanggung jawab yang rendah yang salah satunya dapat dilihat dari
kebiasaan tidak menyelesaikan sebuah tugas dengan tepat waktu,
kebanggaan terhadap negara masih rendah dengan menyukai produk dan tokoh idola dari luar negeri, demokratis yang kurang karena masih marak terjadi perkelahian antarpelajar bahkan
antarwarga hanya karena
masalah sepele, dan
lain-lain yang mengiris hati.
Memang tidak
mudah mencapai pendidikan karakter bangsa, tetapi dalam hal ini ada yang kurang
tepat dalam proses penerapan pendidikan karakter tersebut di sekolah-sekolah.
Perlu diingat bahwa sesuatu yang bersifat sederhana bahkan teramat sederhana
sebenarnya lebih berharga dalam pencapaian pendidikan karakter bangsa tersebut
daripada sekadar memenuhi persyaratan administrasi pembelajaran yang
berkarakter yang membuat pendidikan karakter hanya bersifat abstrak. Hal yang konkret adalah keteladanan dan pembiasaan dari seluruh elemen
sekolah mulai dari penjaga sekolah sampai kepala sekolah, bukan hanya para
guru. Itu
mengingat pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman
nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut,
baik terhadap Tuhan yang Mahaesa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi
manusia insan kamil.
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen harus dilibatkan, termasuk
komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan
ekstrakurikuler, pemberdayaan sarana prasarana yang dimiliki, dan etos kerja
seluruh warga dan lingkungan sekolah. Pendidikan karakter mustahil hanya
dicapai melalui pembelajaran di kelas. Permasalahannya, pendidikan karakter di
sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau
nilai-nilai dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
Menurut Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta
didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif,
dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter
yang selama ini perlu segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya,
serta perlu dikembangkan secara lebih operasional sehingga mudah
diimplementasikan di sekolah khususnya dalam pembelajaran. Pengoperasionalan
atau perubahan paradigma dari yang bersifat abstrak menjadi konkret adalah
melalui pembiasaan dan keteladanan. Tanpa pembiasaan dan keteladanan yang
terwujud dalam contoh-contoh tindakan berkarakter mustahil pendidikan karakter
bangsa akan terwujud atau tertanam dalam jiwa peserta didik.
Pembiasaan dan keteladanan yang dapat dikembangkan di sekolah antara lain
memperdengarkan lagu-lagu nasional di tiap kesempatan (sebelum bel masuk dan
saat istirahat). Kebiasaan tersebut sangat memengaruhi para peserta didik untuk
tahu, mengerti atau paham dengan isi lagu tersebut. Selain itu, para guru juga
dapat mengulas sedikit banyak lagu tersebut di setiap kesempatan yang ada
dengan para siswa. Yang pada akhirnya siswa akan memberikan apresiasi yang
tinggi terhadap lagu-lagu nasional Indonesia tersebut. Semangat kebangsaan
dapat dikobarkan oleh sang guru kepada peserta didik.
Pin jujur bertuliskan ATM (Aku Tidak Menyontek) atau apa pun namanya juga
merupakan pembiasaan yang efektif sebagai salah satu cara membuat peserta didik
berlaku jujur. Siswa diberi penjelasan konsep jujur oleh semua guru yang
membimbingnya. Pada saat mengikuti sebuah ulangan, siswa yang berani jujur akan
diberi pin tersebut. Dalam hitungan minggu para peserta didik yang belajar
berbuat jujur dengan keterbukaan yang sudah ditananamkan oleh gurunya akan
mengembalikan pin tersebut jika memang dia tidak dapat berlaku jujur di
ulangan-ulangan berikutnya. Selain itu para siswa juga akan termotivasi untuk
selalu dapat berbuat jujur dengan mengenakan pin tersebut di setiap ulangan
yang dihadapinya.
Keteladanan melalui keikutsertaan seluruh komponen sekolah pada saat kerja
bakti atau kegiatan-kegiatan yang lain yang biasanya hanya menyuruh para siswa
juga menjadi contoh konkret penanaman rasa kebersamaan dan tanggung jawab.
Bahu-membahu dan kerukunan yang tampak merupakan pembelajaran langsung kehidupan
yang berkarakter kepada peserta didik. Kebersamaan atau kegotongroyongan,
tanggung jawab, toleransi, juga akan tertanam melalui kegiatan yang sederhana
dan sering dilakukan di sekolah.
Keteladanan yang lain dapat dipenuhi dengan cara penggunakan bahasa
Indonesia secara baik dan benar oleh Bapak/Ibu guru dalam setiap kesempatan
khususnya saat pembelajaran. Bahasa Indonesia yang diterapkan dengan baik akan
memupuk rasa kebanggaan peserta didik terhadap bahasa Indoneia. Dengan catatan,
sekali lagi dengan memberi motivasi bahwa bahasa menunjukkan bangsa.
Ulasan-ulasan lain pun dapat dilakukan oleh semua guru tidak hanya guru mata
pelajaran bahasa Indonesia saja. Semangat heroik/kepahlawanan para generasi
muda dalam sumpah pemuda juga akan sangat memotivasi peserta didik yang juga
masuk golongan pemuda yang akan menjadi generasi penerus perjuangan dan
pembangunan Indonesia.
Pemberdayaan kantin kejujuran di sekolah juga menjadi salah satu alternatif
pengkonkretan pembelajaran pendidikan karakter. Selain mendukung karakter
jujur, karakter tanggung jawab dan kewirausahaan akan tercipta dengan kantin
kejujuran ini. Seluruh komponen sekolah dapat belajar membentuk karakter bangsa
dengan kantin kejujuran yang terdapat di sekolah-sekolah.
Santun, merupakan karakter bangsa Indonesia. Norma-norma kesantunan yang
ada di setiap lini kehidupan dapat terciptanya dengan cara sederhana melalui
pembiasaan 3 S. Budaya 3 S yakni salam, sapa, dan senyum di lingkungan sekolah
khususnya dan himbauan di masyarakat pada umumnya akan membentuk kesantunan
peserta didik. Mereka akan terbiasa santun sekaligus menghargai sesamanya.
Budaya 3 S ini kelihatannya sederhana tetapi karena keegoisan seseorang membuat
budaya ini sulit diterapkan. Supaya menarik 3 S yang sederhana ini dapat dijadikan
motto bahkan sebuah yel-yel yang senantiasa diucapkan di setiap kesempatan.
Sekali lagi, pembiasaan dan keteladanan merupakan sesuatu yang maha dahsyat
untuk membentuk karakter bangsa dalam diri peserta didik.
Karakter religius sebagai pondasi keimanan seseorang dapat dibentuk dengan
menerapkan salat berjemaah secara bergiliran tiap beberapa kelas untuk membentuk insan beriman
dalam kebersamaan. Kedisiplinan tentu saja menjadi senjata utama agar
nilai/karakter religius ini didapat atau tercipta di lingkungan sekolah. Salat
berjemaah yang terjadwal ini tentu saja perlu pendampingan seorang guru
khususnya sebelum paserta didik sadar akan kewajibannya.
Tidak kalah pentingnya untuk membentuk atau melaksanakan pendidikan
karakter di sekolah dapat dilakukan dengan lebih memberdayaan kegiatan
ekstrakurikuler yang ada di sekolah. Ekstrakurikuler yang sarat dengan
pendidikan karakter antara lain paskibraka, Pramuka, pencinta alam, TPQ, PMR,
jurnalistik, paduan suara, KIR, dan masih banyak yang lain. Pembiasaan dan
keteladanan yang terlihat dalam pelaksanaan kegiatan estrakurikuler yang cukup
kompleks ini membuat anak berkarakter nasionalisme, menghargai sesama, kreatif,
tanggung jawab, menghargai sesama, dan lain-lain. Umpan balik atas apa yang
dilakukan oleh peserta didik dalam kegiatan ekstrakurikuler ini tentunya diberikan oleh para
pembina ekstra atau para guru. Perlu pengintensifan dan pemberdayaan kegiatan
ekstrakurikuler untuk membentuk karakter bangsa para peserta didik.
Dengan
pembiasaan dan keteladanan pada intinya, pendidikan karakter pada
tingkatan institusi atau sekolah mengarah pada pembentukan budaya sekolah,
yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan
simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat
sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan
citra sekolah tersebut di mata masyarakat khususnya dalam pencapaian
terbentuknya peserta didik yang berkarakter bangsa. Hal ini senada dengan
Wamendiknas yang mengatakan bahwa hendaknya pendidikan karakter ini tidak
dijadikan kurikulum yang baku, melainkan dibiasakan melalui proses
pembelajaran. Selain itu mengenai sarana-prasarana, pendidikan karakter ini
tidak memiliki sarana-prasarana yang istimewa, karena yang diperlukan adalah
proses penyadaran dan pembiasaan.
Semua elemen
sekolah khususnya para guru sebagai ujung tombak pelaksanaan pembelajaran di
kelas hendaknya lebih menyadari bahwa pendidikan karakter bangsa tidak hanya
tertulis dengan rapi di persiapan mengajarnya tetapi lebih mengkonkretkan
pendidikan karakter bangsa itu dalam keteladanan dan pembiasaan dalam kegiatan
keseharian di sekolah. Sesuatu yang teramat dekat marilah digali lagi. Semua
berpotensi membentuk karakter peserta didik. Tidak perlu terlalu jauh
melangkah atau menyikapi hal baru dengan sebuah keabstrakan. Keteladanan dan
pembiasaan yang sederhana yang dapat dilakukan oleh semua orang khususnya para
pendidik ternyata menjadi kunci kesuksesan pendidikan karakter bangsa. Semoga
pendidikan karakter yang menjadi harapan bersama untuk mengembalikan dan
mempersiapkan generasi muda memiliki dan menjadi bangsa Indonesia yang
seutuhnya ini tidak hanya menjadi proses pencarian watak bangsa, melainkan
sebagai motor utama titik balik kesuksesan peradaban bangsa Indonesia yang kaya
dengan beragam nilai-nilai luhur kebangsaannya. Hidup Indonesia! Hidup pendidikan karakter bangsa!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar